Ulasan Singkat Si Penulis

Dilahirkan oleh ibu yang sangat mengasihi dan ayah yang bekerja cukup keras untuk menghidupi keluarganya. Diberikan nama Deddy Husein S. dan meluncur ke dunia ini pada bulan Mei. Lahir di lingkungan berbau ikan beromega tinggi, dengan budaya-sosial yang menarik, cuaca yang terik, dan keluarga berkecukupan. Memiliki ibu yang pekerja keras dan berjiwa niaga memang membuat asap dapur tak pernah berhenti untuk mengebul.
Setiap pagi, rutin ditinggal pergi ke pasar dan seringkali menunggu sendirian di teras yang memiliki desain yang sampai saat ini, sepertinya tak ada rumah orang lain yang memiliki teras seperti itu. Sehingga, memudahkan untuk selalu "bye-bye" jarak jauh dengan ibu.
beberapa tahun kemudian si bungsu dari dua bersaudara ini berpindah tempat hidup di pulau padat penduduk. Hingga mengenyam bangku sekolah wajar 12 tahun dengan lancar, meski tak selancar terjangan ombak yang langsung menerjang karang tanpa hambatan. Hingga Tuhan mengijinkan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan dengan jalur "Seleksi Bersama" di salah satu universitas bergengsi di Indonesia, Universitas Brawijaya Malang. Mengambil jurusan Sosiologi untuk dapat mempelajari cara mudah bersosialisasi dengan masyarakat tanpa melihat latar belakang, namun melihat nilai dan tata norma yang berlaku di setiap tempat.
Sebagai mahasiswa, tentu kemampuan berbicara di depan orang banyak sangat dibutuhkan. Dimulai dengan berpresentasi di kelas perkuliahan sampai pada forum lainnya. Sehingga untuk dapat melatihnya, masuklah ke sebuah unit kegiatan mahasiswa yang berfokus pada bidang seni teater. Di sana, memulai peruntungan sebagai aktor dengan image tua di sebuah pentas study. Lalu kemudian kembali diajak main sebagai aktor di beberapa kesempatan pentas lainnya. Memang tak terlalu lihai dalam berperan sebagai aktor di panggung. Namun, setidaknya niat dari awal mula tetap terjaga dan menurut pribadi sedikit demi sedikit ter-upgrade. Tak hanya sebagai aktor, juga berupaya belajar di bidang lain. Mencoba menjadi skenografer atau orang yang menata isi panggung dengan properti dan memasukkan nilai-nilai di balik penataan tersebut. Sebagai skenografer, tak hanya berupaya menghadirkan setting ruang tamu di atas panggung, namun juga harus memahami nilai dan fungsi sebuah kursi, meja, dan foto di atas panggung tersebut. Menghadirkan properti yang berfungsi sederhana hingga menjadi sangat penting, dan bernilai sesuatu yang dapat menghadirkan suatu makna tertentu yang dapat menggambarkan cerita dari naskah dan penggarapan sutradaranya.
Sejak belajar menjadi skenografer, mulai mengenali konsep untuk menghadirkan sebuah cerita di atas panggung. Lalu seiring-sejalan dengan proses itu, juga mulai menyisipkan kegiatan harian dengan belajar bermusik secara otodidak maupun dengan mendengarkan arahan sedikit-sedikit dari rekan-rekan di UKM tersebut. Mempelajari bagaimana bermain gitar, mengerti tempo dalam memainkan alat musik pukul dan ketuk, hingga memahami timming yang pas untuk menyisipkan unsur musik ke dalam pertunjukan dan menyertakan alasannya.
Selama menjadi anggota UKM tersebut, suka-duka adalah hal yang biasa dialami. Masa-masa adaptasi yang terus-menerus dilakukan (bahkan sampai sekarang) demi tetap mampu sejalan dengan misi organisasi untuk terus lebih baik. Menjadi senior tingkat pertama yang masih kikuk sampai memiliki adik tingkat dua yang kemudian dapat bekerjasama dengan mereka. Lalu juga sampai tahu rasanya menjadi kakak tingkat tiga yang serba salah. Menjadi orang yang tinggal duduk berbincang dengan orang lain itu terlihat enak, namun resah ketika melihat pekerjaan adik-adiknya tak beres. Namun, ketika turun tangan dianggap tak etis sebagai senior dan kebetulan memiliki jabatan. Uniknya jabatan tertinggi tak pernah kubayangkan sebelumnya. Mengharapkan saja susah. Karena, tahu bahwa sebagai seorang pemimpin itu tak mudah. Tidak hanya duduk dan memerintah, namun juga harus bertanggungjawab atas tindakan anggota-anggotanya. Diri pribadi saja berusaha menolak untuk memiliki jabatan semacam itu, namun nasib seperti memihakkannya. Uniknya lagi ketika mendengar celotehan orang-orang yang menginginkan jabatan itu di organisasi seperti ini. Harapan polos sampai ambisi terselubung adalah motif di balik keinginan tersebut. Sangat kontras dengan apa yang dirasakan oleh pribadi yang mengalaminya secara langsung. Termasuk para pendahulu. Mereka perlu memiliki pengalaman yang jelas lebih, kemampuan teknis yang juga harus ada di beberapa hal, sampai kemanusiawian yang kadangkala harus dimiliki agar tidak membuat organisasi tersebut sebagai neraka bagi mereka yang tak punya kemampuan di bidang apapun. Begitulah sekiranya tentang aktivitas di organisasi yang disyukuri mampu mewarnai hari-hari sebagai seorang mahasiswa yang tak hanya kuliah-pulang.

Kini, sampai pada suatu titik yang menceritakan perjalanan diri saat ini. Yaitu, sebagai tokoh di dalam cerita yang dibuat oleh Yang Maha Segalanya. Harus tetap menjalani setiap babak dan adegan di dalam cerita tersebut tanpa mengetahui ending-nya. 

Ya, bagaimana ending-nya? Kita lihat saja pertunjukannya, karena kita tak pernah tahu isi naskahnya.

Selamat menikmati.... :)☺️

Comments

  1. Mantap mas, lanjutkeun. Jangan lupa visit blog.ub.ac.id/pitikili

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts