APA BEDANYA BLOGGER DENGAN CONTENT WRITER?
Gambar dari penulis |
Catatan: Tulisan ini hanya sebagai media bertukar pemikiran dari penulis kepada pembaca.
Bisa saja tidak ada bedanya. Tapi,
sebenarnya ada (sedikit) perbedaan antara blogger
dan content writer. Pertama,
wadahnya. Blogger sudah pasti akan
memiliki wadah berupa blog/website yang dapat dimiliki secara
pribadi maupun kolektif. Sebuah perusahaan yang memiliki website pun akan menggunakan jasa blogger untuk mengelola website
tersebut.
Sedangkan jika itu adalah milik
pribadi, maka orang tersebut sudah pasti disebut sebagai blogger. Hm.., dari sini mulai terlihat menarik.
Kedua adalah isi dari blog yang dihasilkan. Semakin spesifik
isi dari blog tersebut maka itu
adalah salah satu bukti bahwa orang yang memilikinya atau yang mengelolanya
adalah blogger. Biasanya seorang blogger akan mengulas apa yang dia
kuasai dan itu dilakukan secara berkelanjutan.
Misalnya, jika dia adalah blogger yang hobi kuliner, maka dirinya
akan mengulas banyak makanan yang pernah dia cicipi, dan membagikan tips
seputar kuliner yang dapat menjadi referensi bagi pembacanya -yang memiliki
kesamaan hobi.
Kira-kira apakah mulai terkuak
tentang apa bedanya antara blogger
dengan content writer?
Ketiga, pengakuan. Tanpa pengakuan,
kita juga dilema untuk menyebut apa status orang yang menulis secara online, bukan? Apakah Anda hanya puas
disebut sebagai penulis online?
Di poin inilah biasanya kita akan
terbantu dalam mengetahui apa bedanya blogger
dengan content writer. Jika seseorang
mengaku sebagai blogger, maka dirinya
pasti akan mengajak orang lain untuk mengunjungi web/blog pribadinya. Disanalah
gudang yang berisi banyak tulisannya dan kita tentu perlu dengan senang hati
mengunjunginya. Karena, tidak sedikit hal yang dapat kita dapatkan ketika
membaca tulisan orang lain. Biasanya akan ada informasi-informasi yang menarik
dari orang tersebut dan sewaktu-waktu dapat memberikan manfaat kepada kita.
Situasi ini sedikit berbeda
dengan orang yang mengaku dirinya adalah content
writer. Dirinya tidak hanya mengajak orang lain untuk mengunjungi “rumahnya”,
namun juga mengajak orang lain mengunjungi berbagai tempat yang telah disinggahi
tulisannya.
Orang tersebut juga tidak segan
untuk mengajak orang lain membaca tulisan dari penulis-penulis konten lainnya. Mengapa?
Karena, orang itu akan mengajak
para pembacanya untuk update bersama.
Hm.., menarik!
Misalnya, si F adalah seorang
yang mengaku dirinya sebagai content
writer. Setiap saat dirinya akan mengajak orang lain untuk mengunjungi
tulisan-tulisannya, baik di blog pribadi maupun media-media menulis lainnya. Jika
dia memiliki dua media menulis, maka dia akan mengajak orang-orang yang dia
kenal untuk mengunjungi dua media tersebut. Begitu pula jika lebih, maka semua
tempat akan dia tunjukkan kepada mereka.
Apa tujuannya?
Tujuannya bukan lagi soal
memperkenalkan siapa dirinya, melainkan apa yang dapat dia tulis dan pantas
dibaca orang lain. Jika si F seorang blogger,
maka dia akan cenderung memperkenalkan dirinya sebagai blogger yang menyukai sesuatu, dibandingkan menyajikan apa yang
dapat menjadi bahan perbincangan orang banyak tanpa perlu mengetahui apa
kesukaan si F.
Namun, jangan salah. Seorang content writer juga tetap memiliki hak
untuk menunjukkan apa yang dia sukai. Karena seorang content writer biasanya lebih leluasa dalam mengeluarkan
tulisannya, termasuk memperkenalkan hal-hal yang dia sukai.
Jika misalnya dia menyukai seni
lukis, maka tak menutup kemungkinan bahwa tulisannya ada yang menyinggung
tentang seni lukis. Bahkan, tidak menutup kemungkinan bahwa prosentase
tulisannya tentang seni lukis lebih banyak daripada tulisan lainnya. Hm..,
sepertinya ada yang menarik dari istilah content
writer. Apakah dia adalah sosok pengembangan dari blogger?
Di sini, penulis mengiyakan
pertanyaan tersebut. Karena, content
writer dapat disebut sebagai orang yang sudah pernah menulis apa yang dia
ketahui dan apa yang dia (lebih) kuasai. Sedangkan blogger lebih berpikir tentang bagaimana caranya membagikan apa
yang dia ketahui dan yang dibutuhkan banyak orang terhadap suatu hal yang
bersifat “abadi”.
Misalnya, pencarian konten “bagaimana
cara memasang iklan di blog pribadi”. Pencarian itu pasti akan dilakukan oleh para
blogger pemula dari 5 tahun lalu, ke tahun
ini, hingga tahun-tahun selanjutnya. Pencarian konten semacam inilah yang
paling banyak diincar/disediakan oleh blogger
dibandingkan content writer. Mengapa?
Pertama, karena blogger memikirkan apa yang sangat
dibutuhkan oleh banyak orang dalam rentang waktu jangka panjang. Tulisan yang
disajikan biasanya berciri past, present, dan future.
Jika past, maka tulisannya banyak membahas tentang riwayat. Entah riwayat
negara ini dapat terbentuk, bagaimana cara agar negara dapat merdeka, hingga
bagaimana cara perempuan-perempuan di masa lalu dapat menjadi salah satu aktor
penggerak roda pemerintahan.
Jika present, maka apa yang ditulis biasanya tentang apa yang sedang
terjadi. Namun, biasanya hal itu diprediksi akan terulang di masa depan. Atau,
dapat juga mencerminkan apa yang pernah terjadi di masa lampau. Contohnya, tentang
tutorial bermain mobile game, yang di
tahun 2010-an sudah mulai marak dan diprediksi di masa depan akan semakin
membahana.
Begitu pula dengan contoh tulisan
yang berkaitan dengan tata cara mendaki gunung yang aman dan nyaman. Biasanya di
tulisan tersebut tak hanya mengeksplorasi keindahan alam, namun juga memberikan
pesan agar kita dapat menghargai perjuangan bangsa di masa lalu yang telah membuat
kita semerdeka ini, termasuk mengajak generasi masa depan untuk merawat keindahan
alam tersebut.
Sangat kompleks bukan?
Hal ini juga akan disajikan dalam
tulisan yang mencoba memprediksi masa depan. Seperti bagaimana cara hidup di
masa depan dengan perubahan orientasi pekerjaan di masa sekarang. Tulisan itu
tentu akan sangat menarik dan pasti akan dicari oleh orang-orang yang hidup di
masa depan.
Gambaran ini yang sebenarnya
mengungkap betapa kompleksnya cara blogger
dapat hidup. Apalagi mereka pasti berharap kontennya selalu dikunjungi setiap
waktu agar dapat menghasilkan royalti kepadanya. Situasi yang tentu berbeda
dengan content writer. Karena, mereka
lebih berpaku pada apa yang dapat dihasilkan saat ini meski secara alamiah,
tulisannya akan kekal dan dicari pula oleh orang-orang di masa depan.
Namun, jika melihat apa yang
berlaku saat ini terhadap content writer,
maka kita akan seperti melihat mereka sebagai pegawai atau profesionalis. Ada tulisan
di bulan ini, artinya ada bayaran di bulan ini. Berbeda dengan blogger yang lebih akumulatif dan tentu
perlu kesabaran yang luar biasa dalam membangun pondasi dan bangunan kokoh di blog-nya.
Sedangkan pada content writer, dirinya akan berpatokan
pada seberapa hebat media yang menaunginya sebelum berbicara soal seberapa
kreatif dan inovatif tulisan yang dia hasilkan untuk media tersebut. Wah.., semakin seru!
Meski, kini kita mulai mengetahui
apa perbedaan antara blogger dan content writer, kita tetap masih rancu dalam “memisahkan”
keduanya. Karena, mereka berangkat dari cara yang sama, hanya beda di proses
mempertahankan eksistensi.
Seorang blogger yang ingin tetap menjadi blogger akan mempertahankan eksistensinya sebagai blogger. Sedangkan seorang blogger yang ingin melebarkan sayapnya
ke segala sudut tulisan akan mencoba menjadi content writer.
Menjadi content writer, kita dituntut untuk dapat out of the comfort zone, dibandingkan berupaya mempertahankan idealisme.
Namun, bukan berarti ketika menjadi content
writer kita tidak bisa memperlihatkan identitas kita. Kita bisa
melakukannya seperti seorang blogger,
namun ketika sudah menjadi content writer,
kita tidak khawatir lagi untuk keluar sedikit ataupun banyak dari zona
tersebut.
Apakah kemudian content writer adalah versi
profesionalisme?
Sebenarnya, menjadi blogger juga dapat dilakukan secara
profesional. Hanya, mereka akan bekerja sesuai zona penguasaannya. Ketika si D
adalah penikmat bola dan lebih menguasai ulasan seputar bola, maka si D akan
lebih tepat menjadi blogger bola
dibandingkan menjadi penulis konten pecinta alam. Namun, ketika dia ingin
menjadi content writer, maka dia
dapat melakukannya.
Beda ceritanya jika dia tetap ingin menjadi blogger profesional, maka dia harus tetap di zona penguasaannya dan harus meningkatkan kualitasnya di zona tersebut. Jika hal itu sudah dilakukan, maka si D dapat disebut blogger profesional.
Beda ceritanya jika dia tetap ingin menjadi blogger profesional, maka dia harus tetap di zona penguasaannya dan harus meningkatkan kualitasnya di zona tersebut. Jika hal itu sudah dilakukan, maka si D dapat disebut blogger profesional.
Jadi, jangan berkecil hati jika
Anda lebih memilih menjadi blogger dibandingkan content writer. Karena, kesempatan Anda untuk menjadi seorang
profesional tetap terbuka lebar. Begitu pula dengan menjadi content writer. Meski, Anda berada di
media yang terkenal dan berkualitas, tetap saja Anda perlu mengembangkan
kualitas menulis Anda agar seirama dengan media yang menaungi Anda. Hm..,
masing-masing tetap punya tantangan tersendiri, ya?
Begitulah tulisan yang ingin dibagikan kepada pembaca setia blog ini. Jika ada perbedaan persepsi, tidak masalah. Ini adalah
proses berinterpretasi berdasarkan apa yang dialami masing-masing. Meski
sebenarnya ulasan tentang jati diri content
writer dan blogger ada di
mana-mana, alias juga dapat berupa pengetahuan.
Terima kasih dan tetap semangat
berliterasi ya!
Indonesia, 15-16 Februari 2020
Deddy HS.
Salah satu tulisan yang relevan:
Jangan segan untuk mampir di label Untuk Pembaca dan PHP!
Okeh.. Aku mau semuaaaah.. Hihi.. Z
ReplyDeleteSama bu Anis. Hehehe. Tosss!
DeleteWah, sangat bermanfaat artikelnya, Mas Deddy. Sangat menambah wawasan.
ReplyDeleteTerima kasih sudah memberikan link ini :D
-Nana Kompasiana-
Wah... Terima kasih kembali mbak Nana atas kunjungan dan tanggapannya. Salam!
DeleteAku jarang banget ngajak orang lain mampir ke "rumahku" Mas. Jadi apakah aku masih masuk dalam kategori Blogger atau Content Writer? 😁
ReplyDeleteSaya terawang dengan ilmu ketidakpastian saya, saya pikir panjenengan adalah content writer. Hehehe. Salam mbak Efa! Terima kasih sudah mampir dan menanggapi.
DeleteKalau diriku bukan blogger, content writer apalagi creative writer, tapi keblinger 🤣✌️
ReplyDeleteKeblinger yang membuat diri muter-muter. Hehehe. Btw, gak nyangka disinggahi Bu Yana.
Delete