Mengapa Saya Rewriting Hati Baja ke Wattpad?

Created by Agustian Noor



Mungkin sudah cukup banyak orang (minimal >5 orang) yang tahu jika saya menulis di Wattpad. Namun, seperti yang perlu diketahui pula, bahwa saya menulis di Wattpad bukan dengan karya orijinal saya. Betul! Saya melakukan rewriting, menulis ulang karya yang sudah ada.

Karya itu berupa komik yang berjudul Hati Baja dan dipublikasikan di platform komik digital Ciayo Comics. Ciayo adalah platform komik digital asli buatan orang Indonesia. Platform ini juga merupakan aplikasi membaca komik saya pertama dan satu-satunya sampai saat ini. Memang, saya sesekali membaca komik di platform lain. Namun, itu biasanya saya lakukan untuk membaca karya-karya teman saya yang beberapa diantaranya adalah komikus. Nanti (kapan-kapan) saya akan perkenalkan mereka kepada kalian semua yang membaca tulisan saya ini.

Lanjut lagi ke Hati Baja. Tentu ada yang bertanya, mengapa Hati Baja?
Bukankah banyak komik lain di Ciayo yang berkualitas—untuk ditulis ulang? Jawabannya lagi-lagi adalah betul. Memang ada banyak komik yang bagus. Namun, saya melakukan ini juga atas perkenalan antara saya dengan sang author-nya (pemilik karya orijinalnya).

Namanya Agustian Noor. Seorang komikus non dan digital. Karya non-digital-nya adalah Toro. Sedangkan karya digital-nya adalah Hati Baja. Singkat cerita, saya berkenalan dengan beliau selain dari aksi-aksi komentar saya di beberapa episodenya, saya juga mendapatkan kesempatan bergabung ke grup fanbase Hati Baja.

Ini juga tidak bisa terlepas dari peran salah satu rekan yang bernama Chandra. Pria yang sudah beranak ini akrab dipanggil Ochan alias Om Chandra. Melalui beliaulah saya dapat masuk grup itu dan berkenalan “langsung” dengan dua orang di balik keberadaan Hati Baja, yaitu Mas Gus dan Opik Roy (bukan “Eta Terangkanlah”).

Dari sanalah saya cukup sering berdiskusi dengan keduanya dan “penduduk” grup fanbase tersebut. Jujur saja, ini adalah satu-satunya grup fanbase saya seputar karya kreatif. Karena, saya tergolong bukan orang yang fanatik terhadap suatu hal. Namun, keberadaan saya di sini adalah bagian dari langkah apresiasi nyata saya terhadap karya Hati Baja yang memang menurut saya unik dan sangat layak untuk saya ikuti perkembangannya—proses kreatif dan interaksi antara pengkarya dengan penikmat karya.

Dari sini pula, saya juga berhasil merealisasikan keinginan saya untuk membuat review yang kemudian saya unggah di channel Youtube saya yang masih sangat hijau itu (link-nya akan muncul jika tulisan ini dibaca sampai selesai). Berkat interaksi itu dan sambutan hangat dari mereka (Mas Gus dan Mas Opik), saya akhirnya dapat memperoleh izin pula dari Mas Gus untuk menuliskan karya Hati Baja ke dalam bentuk novel.

Langkah ini saya buat sekitar bulan Maret dan akhirnya dapat mengudara di Wattpad pada bulan Mei. Seingat saya, saat itu di momen penyambutan puasa dan hari Selasa. Saya sengaja memilih hari itu agar ada kedekatan antara hari update Hati Baja versi komik (Senin) dengan versi tulisnya. Sama pula dengan versi komiknya yang update seminggu sekali, maka setiap episode ataupun part di episode itu saya update seminggu sekali.

Alasan idealisnya adalah supaya pembaca selalu dibuat penasaran. Namun, alasan realisnya adalah supaya saya masih dapat tetap konsentrasi nulis di Kompasiana (kegiatan utama saya selain yang “satunya”), menyiapkan konten untuk Youtube, dan tentunya mencari bahan tulisan untuk diunggah di blog ini. Bagaimanapun juga saya masih memikirkan nasib blog ini, meski saya sudah mulai mengembangkan sayap saya ke mana-mana.

Karena, dari blog inilah saya dapat merealisasikan segala mimpi saya yang awalnya masih seperti sekumpulan awan yang hari ini muncul di atas kepala dan esoknya sudah tidak ada. Atau kalaupun ada, awan itu sudah berubah bentuknya. Hal ini sama seperti perjalanan mimpi-mimpi saya yang acapkali menghangat dan mendingin kapan saja. Inilah yang kemudian saya gebrak melalui peluncuran blog ini dan kemudian secara perlahan, saya mencoba konsisten mengisi blog ini dengan segala carut-marut konten dan jadwal apdetnya—persis seperti apa yang ada di kepala saya.

Kembali lagi ke Hati Baja, saya mengakui bahwa komik ini tidak seperti komik horor lainnya yang sangat menggugah selera pembaca dengan nuansa mencekam. Sebagai penikmat kisah horor (cerpen, novel, hingga film/serial) tentunya menjadi suatu kesenangan tersendiri ketika di Ciayo ada komik ber-genre horor. Hampir semua komik ber-genre horor sudah saya baca dan salah satunya adalah Hati Baja.

Namun, keunikan dari Hati Baja adalah adanya sisi Action-nya. Jadi, komik ini tidak hanya menyuguhkan kisah bersisi horor namun juga action, dan porsi keduanya cukup seimbang. Jika tidak percaya coba baca di season 1 dan 2. Dua season itu sangat terasa paduan antara genre horor dengan action.

Keunikan inilah yang membuat saya sangat tertarik untuk menyajikan Hati Baja ke versi tulisan. Tentunya ini saya mulai dulu dengan diskusi kreatif tentang Hati Baja, apalagi saat itu bertepatan dengan momen saya membuat review tentang Hati Baja. Sehingga berangkat dari obrolan menarik itu, saya berpikiran untuk mencoba mengabadikannya ke dalam bentuk tulisan. Awalnya saya ragu dan tentunya perlu keberanian untuk melakukannya. Karena ini adalah karya orang lain dan sudah cukup dikenal oleh masyarakat Indonesia dari segala penjuru, khususnya bagi pembaca komik digital di Ciayo.

Ternyata inisiasi saya mendapatkan dukungan dan kepercayaan dari sang author. Dua hal inilah yang kemudian membuat saya terpacu untuk bersungguh-sungguh menuliskannya. Awalnya memang cukup mendebarkan. Karena ini adalah tulisan panjang pertama saya dan ini adalah karya orang lain. Namun disitulah letak tantangannya dan saya sangat ingin mencobanya. Apakah bisa? Kita lihat saja nanti.

Lalu, mengapa harus Hati Baja (bukan karya sendiri) dan mengapa di Wattpad?

Pertama, saya harus menjawab tentang faktor di balik penulisan Hati Baja tersebut.
Seperti yang sudah saya sampaikan bahwa ini adalah tulisan terpanjang pertama saya. Sehingga, saya perlu mencari objek tulisan yang tidak seratus persen harus mencari ide dari awal, melainkan (sedikit) mengembangkan apa yang ada di sebuah karya yang ada. Apakah ini kemudian menjadikan Hati Baja sebagai media eksperimen saya?

Tentu saja tidak. Ini bukan uji coba, melainkan media belajar saya. Melalui karya yang sudah ada, saya dapat melihat apa yang ada di dalam karya tersebut. Seperti, bagaimana cara pembangunan kisahnya dan bagaimana pula cara menarik minat pembaca ke dalam rasa penasaran yang terus terbangun di setiap potongan kisahnya (episode). Langkah belajar terhadap karya tersebut saya buktikan melalui review saya. Melalui langkah review itulah, saya sebenarnya sudah melalui langkah penting dalam memulai upaya menuliskannya, yaitu (sedikit) mengulik apa yang ada di dalam karya tersebut. Sehingga ketika menjadi reviewer, saya harus cukup mengerti apa yang ada di dalam karya tersebut. Dari sanalah saya mulai berangkat untuk menulisnya.

Selain itu, menulis Hati Baja juga untuk langkah belajar saya secara teknis ke dalam bentuk tulisan kreatif fiksi yang panjang (novel).
Memang, nyaris tidak ada penulis yang berani menjadi penulis fiksi atas karya orijinal milik orang lain. Kalaupun ada biasanya mereka akan “mengambil” karya dari penulis luar untuk diterjemahkan. Sedangkan karya yang benar-benar menggunakan jasa penulis itu adalah karya non-fiksi seperti biografi. Biasanya figur-figur yang ingin dituliskan kisah perjalanan hidupnya akan menggunakan jasa penulis profesional untuk mengabadikan life story-nya ke dalam bentuk buku.

Dari sinilah terlihat bahwa saya ingin belajar bagaimana caranya menjadi seorang penulis “pesanan”. Perbedaannya hanya pada objeknya saja, yaitu saya menulis karya fiksi sedangkan mereka yang menulis karya non-fiksi. Inilah yang membuat saya lebih tertarik. Apalagi, saya menulis Hati Baja berdasarkan perjalanan saya mengikuti kisahnya sampai season 2 (saat itu). Sehingga, saya menjadi rewriter berdasarkan sudah mengenalnya saya terhadap Hati Baja. Bagi saya, menulis sesuatu yang sudah cukup dikenali itu akan lebih baik dibandingkan menulis sesuatu yang belum saya kenali—bahkan jika itu tulisan saya sendiri.

Faktor lainnya adalah agar saya dapat belajar cara bekerja sama dalam proses kreatif.
Dari kacamata saya, rata-rata pengkarya itu selalu sulit bekerja sama ketika ingin menghasilkan karya kreatif. Kendalanya ada pada komunikasi, pembangunan ide bersama,
dan eksekusi secara bertanggungjawab. Tiga hal ini hanya akan terjadi pada proses kreatif ketika ada lebih dari satu orang di balik karya tersebut. Dari situlah saya kembali menyatakan keteguhan saya untuk menulis Hati Baja, bukan karya saya sendiri.

Menulis Hati Baja juga menjadi media pembangunan kapasitas menulis saya di bidang fiksi. Hal ini bisa terjadi karena saya masih dapat mendiskusikan beberapa bagian dalam penulisan di Hati Baja tersebut dengan author-nya langsung. Artinya, di sini saya dapat belajar bagaimana caranya menuliskan karya fiksi berdasarkan hasil diskusi dan “penerimaan” yang adil bagi kedua belah pihak (saya dan Mas Gus).

Selama ini, saya mengalami dan melihat bahwa rata-rata penulis fiksi itu cukup kesulitan untuk mengelola ide yang berdasarkan diskusi bersama.
Ketika karyanya itu benar-benar murni dari dirinya sendiri, maka dia akan berusaha mempertahankan bentuknya sedemikian rupa dibandingkan mencoba memodifikasinya sesuai dengan kritik dan saran dari orang lain/creative partner. Artinya, saya belajar mengelola ego sebagai penulis—yang pastinya ikut berpikir—karya kreatif.

Manfaat ini akan tidak begitu terasa jika saya menulis karya orijinal. Karena, saya sudah pasti akan tetap mencoba menjaga karya saya agar tetap terealisasi (seperti itu) sedangkan masukan dari orang lain (pembaca) hanya akan menjadi evaluasi untuk karya selanjutnya.

Artinya, saya tidak akan cepat belajar dan mengaplikasikannya pada waktu yang sama. Berbeda dengan posisi sebagai rewriter, karena saya pasti akan segera mengambil keputusan terhadap karya yang bersangkutan—bukan untuk karya lain.

Pengalaman inilah yang saya cari ketika saya memilih menjadi rewriter Hati Baja. Bagaimana, dari sini mulai faham apa alasan saya dalam menulis Hati Baja, bukan?

Kita melangkah ke pertanyaan kedua, yaitu tentang alasan pemilihan Wattpad.
Bagi saya, media menulis fiksi ini paling cocok dibandingkan media-media lain. Meski secara jujur, saya belum pernah mencoba media lain yang 11-12 dengan Wattpad—sebelumnya. Karena, sisi yang menonjol dari Wattpad adalah di sana masih bisa ada kemungkinan untuk dikritik secara teknis dalam penulisan. Suatu hal yang sangat dibutuhkan bagi penulis ketika memang masih belajar menulis, khususnya dalam ranah fiksi. Sehingga, saya memilih Wattpad.

Selain itu, di Wattpad tidak ada tuntutan untuk mencapai suatu hal. Sehingga, saya bisa fokus menulis saja tanpa harus berinteraksi dengan penulis-penulis lainnya di platform berwarna identik oranye itu. Bagi saya, itu adalah sisi keunikan yang saya butuhkan ketika di satu sisi saya sedang membangun keseriusan saya dalam menulis. Karena di platform lainnya, saya melihat bahwa rata-rata penulis tergiur oleh capaian jangka pendek, bukan capaian jangka panjang. Sedangkan di Wattpad, kamu bisa hanya fokus membangun kualitas menulismu tanpa ada iming-iming tertentu.

Iming-iming itu bisa berupa materi dan non-materi. Materi itu artinya ada recehan untuk apresiasi karyamu. Sedangkan non-materi adalah puja-puji pembaca terhadap karyamu. Dua hal ini bagi saya terasa memuakkan ketika sebagai penulis semi-amatir masih membutuhkan apresiasi yang mampu mengembangkan kualitas karya tulisnya. Apalagi ini adalah karya pertama saya, maka perlu sekali ada input dari pembaca maupun rekan-rekan sesama pengkarya.

“Jadi, intinya saya menulis Hati Baja adalah sebagai bagian dari apresiasi positif saya terhadap karya itu; media belajar menulis saya; dan media saya mengenal Wattpad.”

Jujur saja, apa yang saya lakukan ini tidak bermotif materi apalagi ingin membangun nama sebagai penulis, melainkan murni belajar menulis karya fiksi. Bagi saya, pengalaman menulis Hati Baja di Wattpad ini lebih berharga dibandingkan saya menghasilkan 10-16 judul cerpen lalu saya bukukan melalui penerbit yang berteman dengan saya. Karena bagi saya, memiliki karya di dalam bentuk buku belumlah kapasitas saya. Buat apa saya memiliki buku tapi ternyata tulisan saya masih belepotan dan saya tidak mampu menularkan kemampuan menulis saya kepada orang lain.

Bagi saya lagi, jika seseorang sudah berhasil melahirkan buku entah satu apalagi dua, maka dia adalah orang yang (harus) punya kewajiban konkrit untuk mengenalkan, mengajari, dan membimbing masyarakat untuk mencintai buku. Dialah yang harus mendorong minat baca masyarakat Indonesia agar meningkat. Namun, jika menghasilkan buku hanya untuk keren-kerenan dan mengintimidasi wawasan orang-orang disekitarnya, buat apa?

Jadi, jika ada pilihan yang lebih baik walau terasa sulit dan bertele-tele, saya tidak akan segan untuk memilihnya. Lagipula pilihan saya ini juga dapat membuat saya masih punya kesempatan belajar dan mengembangkan diri (dalam kepenulisan) sebelum benar-benar harus terjun ke masyarakat sebagai pendorong mereka untuk mencintai karya kreatif milik putra-putri bangsa Merah-Putih ini.

Oya, bagi yang kepo banget dengan karya Hati Baja dalam bentuk komik, silakan klik tautan ini.
Sedangkan, untuk yang kepo banget dengan review-nya silakan menontonnya ke sini. Lalu, bagaimana dengan Hati Baja versi tulisnya? Langsung seruput saja di sini.


Indonesia, 3-5 Agustus 2019
Deddy HS.


Perhatian:
Kalau ada pertanyaan pasca membaca tulisan di atas, bisa kamu sampaikan ke kolom komentar. Oke?

Comments

  1. lanjutkan mas, tetap semangat, saya merasa tersanjung komik saya di tulis ulang😊

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih mas. Siap mas! Saya akan berusaha untuk melanjutkannya sampai selesai sesuai dengan komiknya. Hehehe... Terima kasih atas dukungannya yang tiada henti. πŸ™πŸ˜Š

      Delete

Post a Comment

Popular Posts