BAMBANG PAMUNGKAS
Penyerang Klasik, “Leader and King Header”, dan Kisah Lini Depan Indonesia
sumber gambar: akun instagram Bambang Pamungkas @bepe20
Sepertinya, semua pecinta sepakbola Indonesia dari yang lahir tahun 1990 - 2000-an sangat mengenal sosok ini.
Pesepakbola yang identik dengan nomor punggung 20 ini, dikenal sebagai ikon sepakbola tanah air sejak tahun 2000-an dan masih aktif sebagai pesepakbola sampai tahun ini (2018)! Lahir di Salatiga, dia menjadi penyerang papan atas Indonesia dengan bergabung klub kebanggaan warga Jakarta, PERSIJA Jakarta!
Sempat berkarir di luar negeri, namun lebih fenomenal ketika bergabung ke Selangor FA (klub papan atas di Liga Malaysia). Dia sukses di sana bersama Ellie Aiboy yang juga merupakan salah seorang pesepakbola Indonesia yang memiliki skill mumpuni sebagai winger pada masanya. Kolaborasi Ellie Aiboy dengan Bepe (panggilan akrab Bambang Pamungkas) di Selangor FA telah menjadi viral (bahan perbincangan) di kalangan sepakbola Indonesia. Si pelari cepat dengan dribbling dan crossing akurat yang diarahkan pada si penyundul bola yang ulung, mampu melahirkan gelar juara kepada tim asal Malaysia tersebut. Sejak itu, nama Bepe mulai dikenal di publik Asia Tenggara dan Asia. Namanya semakin harum ketika mampu menyumbangkan banyak gol untuk tim nasional Indonesia di beberapa turnamen, seperti Piala Tiger yang kini berganti nama menjadi Piala AFF (turnamen antar negara se-ASEAN) dan Piala Asia (turnamen antar negara se-ASIA).
Sebenarnya, persepakbolaan Indonesia tak hanya bertumpu pada Bepe sebagai pemain depan—baik di dalam kompetisi domestik (persaingan gelar Top Scorer Liga) maupun di turnamen antar negara (saat membela timnas). Indonesia memiliki sederet pemain depan yang berkualitas, seperti Budi Sudarsono, Gendut Doni, Ilham Jayakesuma, Zaenal Arief, Kurniawan Dwi Yulianto, dan (pada saat itu) bomber muda harapan masa depan—Boaz T. Solossa. Indonesia pada saat itu bisa dikatakan dapat melahirkan pemain depan yang berkarakter dan mampu mencetak banyak gol. Budi Sudarsono misalnya, dia dikenal sebagai penyerang yang mampu menggiring bola dengan kecepatannya dan sulit untuk direbut bolanya dari penguasaannya. Kurniawan Dwi Yulianto, merupakan pemain depan klasik (pandai mencari posisi di dalam kotak penalti di saat rekan se-tim sedang melakukan penyerangan) yang bisa diandalkan ketika ada aliran bola ke dalam kotak penalti lawan. Boaz Solossa? Dia mungkin yang menjadi salah satu pionir kelahiran talenta-talenta penyerang tanah air (khususnya dari tanah Papua) dengan kemampuan dribbling dengan kecepatan dan akurasi tendangan yang spektakuler.
Dan bagaimana dengan Bepe? Jika melihat perjalanan sepakbola Indonesia sampai sejauh ini, sulit untuk mencari the next Bepe. Jika kita ingin mencari skill penyerang dengan kemampuan menggiring bola yang mumpuni setelah Boaz, ada Syamsul Arif, ada Tallohu Abdul Musafri, atau yang masih muda ada Pattrich Wanggai, dan Titus Bonai (yang cukup bersinar saat berbaju timnas U-23). Namun ini bukan untuk membandingkan regenerasi pemain yang mirip antara Boaz dan Bambang Pamungkas. Ini hanya upaya untuk mencari tahu siapa yang memiliki kemampuan atau bertipikal permainannya seperti Bambang Pamungkas.
Memangnya, apa sih kemampuan Bambang Pamungkas?
Positioning, tidak semua penyerang mampu menempatkan dirinya dengan tepat ketika timnya sedang menyusun skema penyerangan. Apalagi, dewasa ini, gaya permainan sepakbola telah berkembang dan sangat memuja skema permainan yang cepat, dan biasanya sering terlihat adanya aliran bola langsung dari lini belakang ke lini depan. Artinya, jika pemain depannya tidak memiliki kecepatan lari minimal 30 km/j (kilometer/jam)—dengan catatan tak jauh beda dengan kecepatan lari Wayne Rooney yang di kala mudanya di Manchester United dikenal sebagai penyerang yang mengandalkan kecepatan untuk menaklukan barisan belakang tim lawan, maka skema penyerangan cepat itu tak berhasil. Di sinilah kita dapat melihat kapasitas Bepe sebagai penyerang klasik yang harus mampu membaca alur penyerangan timnya untuk dapat menempatkan dirinya di posisi yang tepat di saat bola akan diarahkan padanya. Tentunya tidak dengan mengandalkan kecepatan lari. Dia hanya perlu bergerak mencari ruang di lini belakang tim lawan, dan rekan-rekannya akan mendekatinya atau mengirimkan umpan silang (biasanya umpan lambung) ke arahnya. Dan dia akan mengeksekusinya ke arah gawang dan jika tepat, berbuahlah gol dengan nama Bambang Pamungkas!
Selain Ellie Aiboy, Ismed Sofyan adalah salah seorang pemain yang sangat mengenal gaya permainan Bambang Pamungkas. Dia tahu harus diarahkan ke mana bola umpan lambungnya itu. Maka, tak heran jika banyak gol yang dihasilkan Bepe dari hasil menanduk bola umpan lambung dari rekan-rekannya dan salah satunya adalah Ismed Sofyan. Salah seorang pemain tua yang mampu beradaptasi dengan perkembangan gaya sepakbola masa kini yang sangat membutuhkan full-back yang mampu overlap ke depan membantu penyerangan timnya. Meskipun, gaya permainan Ismed sudah seperti itu jauh sebelum bekennya Kyllie Walker, Nacho Monreal, Marcos Alonso dan Hector Bellerin.
Finishing Touch. Penyelesaian akhir adalah tugas utama dari seorang center forward. Problem terbesar timnas Indonesia saat ini adalah kurang memiliki penyerang dengan penyelesaian akhir yang akurat, yang mampu menjamin sentuhan akhirnya dapat menghasilkan hingga 90% peluang menjadi gol. Di masa kejayaan karirnya, Bepe tak pernah absen bersaing dalam perebutan gelar pencetak gol terbanyak di Liga maupun Copa Dji Sam Soe (turnamen piala liga seperti FA Cup di Inggris atau Copa Del Rey di Spanyol). Meskipun memang sudah banyak orang yang tak lagi mengingat prestasi menterengnya secara individual, karena pemain lokal terakhir yang mampu menjadi top scorer di Liga adalah Boaz Solossa dan itu sudah lama berlalu. Liga Indonesia lebih didominasi oleh pencetak gol asal mancanegara yang memang sudah dibayar tinggi untuk membantu tim memenangi setiap laga sampai merengkuh juara. Dan itulah problemnya! Indonesia sangat kekurangan pemain depan yang mampu menyelesaikan peluang menjadi gol. Paling terbaru, kita dapat melihat bagaimana seorang penyerang yang sudah banyak pengalaman seperti Patrich Wanggai bisa sangat kesulitan memanfaatkan banyak peluang yang disodorkan oleh rekan-rekannya di Sriwijaya FC. Meskipun akhirnya mampu mencetak gol di penghujung laga, namun itu dapat menggambarkan bahwa Liga kita terlalu didominasi oleh pemain asing yang menghuni lini depan. Sehingga, banyak talenta penyerang lokal yang sangat jarang terasah kemampuannya di kompetisi domestik. Ini masih di kompetisi domestik. Belum berbicara pada kompetisi antar klub di turnamen federasi seperti Liga Champions Asia atau Piala AFC. Tak banyak penyerang lokal yang reguler mengisi starting line up setiap laga di Liga. Bahkan pemain sekaliber Bambang Pamungkas adalah penghangat bangku cadangan di Persija, meskipun banyak yang mengatakan bahwa itu karena faktor usia. Tapi, dengan usia yang tak jauh berbeda, Ismed Sofyan masih menjadi kekuatan utama Persija di lini belakang. Dan posisinya tak main-main, dia tetap menjadi fullback dan perannya sama dengan Rezaldi Hehanusa yang usianya kurang lebih 1 dekade di bawah usianya. Jadi, apakah murni karena faktor usia, atau karena kekurang-percayaan terhadap kualitas Bepe yang sudah tua itu di lini depan?
Soal penyelesaian akhirnya Bepe memang tidak semoncer dulu. Agresivitasnya memang jauh berkurang. Duel-duel udara juga tak banyak, meskipun kemampuan duel udaranya masih bertaji dalam beberapa kesempatan. Namun, Bepe tetaplah Bepe. Jika kau punya celah untuk memberikan bola padanya, dia akan dengan senang hati mengeksekusinya ke arah gawang. Ingat, dia masih seorang Bepe si penyerang klasik yang mampu mencari ruang dan mencoba memanfaatkan peluang semaksimalnya.
Duel winning. Memenangkan duel adalah tugas yang harus dilakukan oleh seorang penyerang. Meskipun syarat ini seperti terbilang merupakan tugas umum semua pesepakbola di setiap posisi. Namun sebagai penyerang, dia harus berani menjamin dirinya mampu memenangkan duel agar rekan-rekannya yakin 100% untuk membagi bola dengannya untuk membuka peluang. Dan di sini seperti yang disebut di judul artikel ini, bahwa Bepe adalah king of header di Indonesia. Menariknya, dia bukan penyerang dengan postur tinggi menjulang seperti Petr Crouch, atau bertubuh kuat seperti Robert Lewandowski. Dengan tinggi “hanya” sekitar 170-an cm, dia mampu memenangi duel-duel udara dengan pemain-pemain bertahan seperti Fabiano Beltrame (yang dulu merupakan rekan setim di Persija), yang secara fisik lebih tinggi darinya.
Jika ditarik ke masa-masa sebelumnya, Bambang Pamungkas juga bukan hanya sekedar sebagai pemain depan yang menggaransi diri mampu berduel udara, namun juga mampu merebut bola passing mendatar dari rekannya yang dapat memicu “skrimit” di kotak penalti lawan. Bola-bola liar di depan gawang lawan juga bukan hal asing bagi Bepe untuk dapat dijadikan sebagai gol, seperti salah satu golnya saat ber-jersey Selangor FA di salah satu laga yang kemudian menjadikan timnya sebagai juaranya. Inilah yang harus dimiliki penyerang-penyerang Indonesia. Tidak patah semangat berduel dengan para pemain bertahan, dan mampu memenangkan duelnya untuk dapat memastikan bahwa dirinya adalah pemain yang mampu menjadi tumpuan keran pembuka gol timnya.
Dewasa ini, sejak invansi penyerang-penyerang asing menjadi trend-setter sepakbola Indonesia, menjadi ironi bagi pemain-pemain depan lokal. Pemain depan seperti Boaz Solossa harus menjadi winger atau playmaker di lini tengah, Syamsul Arif menjadi serep sebagai penyerang sayap atau second forward, Patrich Wanggai seringkali menghiasi bangku cadangan, Ferdinand Sinaga yang terbentur dengan emosionalnya yang kurang stabil, dan yang justru menarik adalah Jajang Mulyana dengan postur sekitar 180-an cm kini "nyambi" menjadi bek. Nama-nama Yongki Aribowo, Yandi Sofyan, hingga pemain-pemain jebolan U-19-nya Indra Sjafri seperti Septian David Maulana pun kalah jauh menterengnya dengan penyerang-penyerang asing yang sebenarnya juga tak semuanya berkualitas di atas rata-rata.
The last point are Mentality and Luck!
Seorang penyerang harus punya mentalitas kuat. Tidak patah semangat ketika kehilangan peluang. Terus berupaya mencari peluang sebanyak-banyaknya. Dan kegigihan itu akan memberikan keyakinan kepada rekan-rekannya, bahwa dia bisa dijadikan target-man di depan. Siapa yang diharapkan setelah pemain-pemain driver seperti Andik Vermansyah, Octovianus Maniany, Zulham Zamrun, Rizky Pora, hingga trio Persija Ramdani Lestaluhu, Novri Setiawan dan Riko Simanjuntak menggiring bola ke kotak penalti lawan? Tugas utama mereka adalah men-drive bola menuju ke area pertahanan dan kemudian melepaskan operan ke pemain depan untuk dieksekusi. Hanya bonus (keputusan mengeksekusi sendiri) yang hadir ke kaki mereka dari hasil jerih payahnya di kala tak ada kesempatan bagi penyerangnya untuk menendang bola ke gawang. Ya, sebagai penyerang harus mampu memperkenalkan dirinya sebagai pemain yang bertipikal seperti apa, agar rekan-rekannya tahu tentang apa yang dapat dia perbuat untuk memenangkan timnya. Seperti Bepe misalnya, yang mampu memenangi duel udara, mampu mengeksekusi tendangan bebas, dan mampu menempatkan diri di posisi yang bisa dijangkau oleh operan rekannya, maka dia akan selalu diberikan bola oleh rekan-rekannya. Kepercayaan diri dan kemampuan memimpin rekan-rekannya juga merupakan bonus yang kadangkala justru menjadi nilai plus yang wajib dimiliki oleh seorang striker agar tetap dapat support dari rekan-rekannya.
Keberuntungan juga tak bisa lepas dari sosok penyerang. Sebagai figur sepakbola yang sangat dekat dengan gawang lawan, jelas membutuhkan keberuntungan untuk memuluskan aksi atau usahanya dalam mencari dan menghasilkan peluang. Tak semua peluang yang hadir di kepala Bepe selalu menjadi gol. Tak semua hasil eksekusi tendangan bebasnya bersarang ke pojok atas gawang lawan. Tapi, kita patut tahu bahwa penyerang yang selalu mencari peluang di depan gawang lawannya, akan semakin dekat pada keberuntungan. Dan dari situlah, gol bisa terlahir dari kaki, atau kepalanya. Bahkan jika memang sangat beruntung, bola yang kena tangan penyerang namun bergulir ke gawang pun (tanpa diketahui wasit) dapat menjadi gol yang sah untuknya dan timnya.
Jadi, bagaimana nasib para penyerang lokal Indonesia?
Apakah Indonesia akan terus memanfaatkan kartu jackpot naturalisasi untuk menaturalisasi seluruh penyerang-penyerang asing yang tajam di kompetisi Liga domestik? Apakah ada the next Cristian Gonzales? Bukan soal siapa yang dinaturalisasi, namun bagaimana progres perannya saat berkostum merah putih. Itu yang patut dipertanyakan! Apakah Ilija Spasojevic sudah pas? Kenapa masih harus ada Alberto Goncalves? Atau kenapa tidak Alberto Goncalves terlebih dahulu yang menyicipi jersey dengan Garuda di dada? Atau... kenapa tidak memaksimalkan potensi penyerang depan lokal dengan kebijakan transfer yang tidak merekrut pemain depan asing? Apakah karena faktor persaingan gelar juara yang harus menghasilkan atmosfer yang fantastik dengan gelontoran gol-gol yang banyak? Apakah perekrutan penyerang depan untuk menggaransi peluang untuk dapat bersaing di kompetisi antar klub di Asia? Atau karena memang perkembangan potensi pemain depan lokal Indonesia tak segemerlap pemain-pemain sayap dan lini tengah—seperti Febri Haryadi, Riko Simanjuntak, Egy Maulana, Saddil Ramdani, Yabes Roni, Osvaldo Haay, hingga tak lupa dengan Evan Dimas yang kini mengikuti jejak Bepe, Ellie Aiboy dan Andik Vermansyah.
Ya, “Bambang Pamungkas” akan tetap dimiliki oleh Bambang Pamungkas.
Pesepakbola yang mengidolai Bepe tentu ada. Namun, biasanya dia akan menjadi dirinya sendiri dengan gaya permainannya sendiri. Tinggal nanti dinilai oleh para pecinta sepakbola tanah air, apakah dia adalah the next Bepe atau bukan. Siapapun dia akan menjadi nantinya, tak masalah. Asalkan mampu membawa dirinya, klubnya, dan timnas Indonesia berprestasi.
Let’s we wait and see it, future! Perhaps, we’ll found them!
#HAPPYBIRTHDAYBEPE
#BAMBANGPAMUNGKAS
#BEPE20
Comments
Post a Comment