Review Piala Dunia 2018 (Chapter 1)
5 laga (Brazil vs Swiss, Jerman vs Meksiko, Belgia vs Panama, Inggris vs Tunisia, Kolombia vs Jepang) di Piala Dunia yang cukup menarik untuk diulas.
![]() |
sumber gambar: bolabanget.id |
Part 1
~~~
Kali ini, penulis ingin sedikit mengajak para pembaca yang menyempatkan beberapa menit waktunya untuk membaca laman blog ini dengan pembahasan seputar pertandingan sepak bola di Piala Dunia Rusia 2018 yang sudah berlangsung sejak 14 Juni lalu. Di sini pengungkapan terhadap penilaian pertandingan berdasarkan hasil menonton siaran pertandingannya live di stasiun televisi domestik yang tanpa bayar (tapi tetap bayar listrik). Dari melihat permainannya langsung, penulis mencoba menilai bagaimana kinerja para pemain dan tim saat melakoni pertandingan yang tentunya sarat akan gengsi—karena membawa nama negaranya masing-masing. Apabila ada penilaian dari penulis yang dianggap kurang sesuai dapat dimaklumi. Toh, ini seperti semacam opini pribadi yang dicoba untuk diungkap ke publik dan berusaha untuk tak menyinggung berbagai pihak. Tak perlu berlama-lama perkenalannya, mari kita beralih ke paragraf berikutnya.
Laga pertama yang menarik untuk dibahas adalah laga antara Jerman melawan Meksiko. Sebelum laga yang mempertemukan salah satu timnas terbaik dari Eropa dengan salah satu timnas dari benua Amerika, publik tentunya lebih menjagokan timnas Jerman untuk keluar sebagai pemenang. Sebagai pecinta bola yang di laga ini sedang bersikap netral (karena penulis tidak mengidolakan timnas Jerman) juga memprediksi hal tersebut terjadi. Meskipun sedikit memprediksi bahwa pertandingan akan berjalan alot—mengingat timnas yang dilawan adalah Meksiko yang notabene bukan timnas sembarangan. Menilik sedikit ke dalam skuad masing-masing, memang tak bisa dipungkiri bahwa timnas Jerman lebih banyak memiliki pemain-pemain bintang yang sudah dikenal publik. Dari lini pertahanan sampai lini depan, dan dari tim utama sampai skuad cadangan pun nyaris semuanya dikenal—minimal publik tahu nama-namanya. Di lini pertahanannya sudah tak bisa diragukan bahwa mereka memiliki penjaga gawang berkelas milik Bayern Munchen, Manuel Neuer. Disusul dengan duet defender milik skuad Bavarian juga, yaitu Jerome Boateng dan Matt Hummels. Di lini tengah, terdapat pemain berkelas dengan kemampuan tendangan bebasnya dan tendangan keras dari luar kotak penalti milik Real Madrid, Toni Kroos. Dia bermain bersama mantan pemain Real Madrid dan Schalke 04, Mesut Ozil yang juga dikenal dengan kemampuannya memberikan operan-operan yang jitu untuk dapat diselesaikan menjadi gol. Tak tertinggal tentunya adalah mantan pemain Real Madrid lainnya, Sami Khedira yang kini berhasil kembali menjadi pilihan utama di timnas Jerman setelah berhasil pulih dari cedera dan tidak kambuh lagi. Di lini depan, kita memang sudah tak lagi melihat Miroslav Klose, dan Mario Gomez pun sudah tak lagi jadi pilihan utama sebagai ujung tombak Der Panzer—meskipun masih sangat beruntung dapat masuk panggilan timnas di Piala Dunia tahun ini atau memang Joachim Loew (pelatih timnas Jerman) masih membutuhkan pemain yang sarat pengalaman dan bisa jadi second opinion di lapangan. Kini, lini depan timnas Jerman diisi oleh Timo Werner dan Thomas Muller sebagai striker bayangan—yang mana tugas ini dulunya diemban oleh Lukas Podolski sebelum pensiun dari timnas. Jika beberapa pemain tersebut selalu menjadi bagian dari starting line-up, maka di skuad bangku cadangan, kita dapat menemukan nama Marco Reus, Julian Draxler, Brandt, dan penjaga gawang Barcelona Marc-Andre Ter Stegen. Bersama pelatih yang membawa mereka menjadi juara di Piala Dunia Brazil 2014, Joachim Loew, tentu mereka sudah seharusnya tak lagi kesulitan untuk memahami taktik dan instruksi lalu diterapkan dalam pertandingan. Namun, ada permasalahan yang dapat menjangkiti kubu Jerman. Yaitu ‘anti strategi Loew’ yang kemungkinan dimiliki oleh pelatih-pelatih lawan, khususnya timnas-timnas yang satu grup di babak penyisihan Piala Dunia saat ini.
Timnas Jerman dengan pola permainan yang mengandalkan kemampuan para pemain di lini tengah, tentu para lawan akan mencoba menumpuk 4-5 pemain juga berada di tengah untuk dapat menghentikan laju bola yang terorganisir sebelum mengarah ke lini depan milik Jerman. Menariknya adalah pola permainan modern yang mengandalkan overlapping dari full back juga digunakan oleh Jerman dalam membangun serangan. Hal inilah yang kemudian menjadi celah bagi lawan untuk memanfaatkan strategi counter attack dan berupaya menciptakan peluang. Meksiko menjadi lawan perdana Jerman di penyisihan dan dinilai berhasil melakukan taktik serangan balik. Minusnya adalah di pemanfaatan peluang untuk benar-benar dijadikan gol masih belum maksimal di kubu Meksiko, khususnya di babak kedua, ketika timnas Jerman sudah 100% fokus menyerang total, mereka (Meksiko) sebenarnya beberapa kali mampu mendapatkan peluang serangan balik setelah melakukan intercept pada aliran bola di area depan pertahanan mereka. namun kegagalan finishing dari Javier ‘Chicarito’ Hernandez dkk akhirnya menyelamatkan muka Jerman dari kekalahan lebih dari 1 gol (skor akhir 0-1) yang diciptakan Lozano.
Ada catatan menarik tentang permainan Meksiko pada kala jumpa dengan tim sekuat Jerman. Yaitu, tim ini berusaha untuk mampu memutarbalikan prediksi dengan permainan yang cepat dalam transisi dari bertahan ke menyerang dan sebaliknya, lalu juga berani melakukan through pass dalam mengalirkan bola yang mana ini sudah jarang terlihat di laga-laga sepakbola masa kini apalagi di turnamen yang sangat bergengsi seperti Piala Dunia—dimana 3 poin adalah target yang lebih tinggi dibandingkan menghasilkan banyak gol. Ya, menghilangnya atau me-langka-nya through pass dalam permainan sepak bola dewasa ini tak lepas dari ‘pendewasaan’ cara bertahan yang susah ditembus dengan aliran bola cepat ke dalam jantung pertahanan lawan. Karena, dengan aliran bola yang cepat mengarah ke area pertahanan lawan kemungkinan besar akan kehilangan penguasaan bola, apalagi peluang. Karena di lini pertahanan saat ini seringkali menghadirkan penjaga gawang yang mampu berlari ke depan memotong aliran bola cepat yang langsung mengarah ke area pertahanannya. Inilah yang membuat pola passing di pertandingan sepak bola saat ini lebih sering mengandalkan back pass dan passing sejajar dengan rekannya untuk menyusun pola menyerang yang lebih tertata rapi dan meminimalisir cepatnya kehilangan bola. Memang ini merupakan bagian dari pola permainan dan juga sudah sering dipraktekkan. Namun, kadangkala membuat permainan terkesan buang-buang waktu atau lebih kerennya adalah membuang momentum. Semakin lambat transisi bola dari belakang ke depan, semakin memberikan cukup waktu bagi pertahanan lawan untuk menyusun rapi tembok pertahanan. Itu artinya, peluang untuk membuat gol dengan memanfaatkan kelengahan pertahanan lawan tidak terjadi, dan gol pun semakin susah dihasilkan.
Catatan kedua adalah permainan di lini pertahanan sangat solid. Di mana ada dukungan dari lini tengah untuk segera menutup banyak celah saat pertahanan mereka diserbu oleh banyak pemain Jerman yang notabene merupakan pemain-pemain yang mampu mengendalikan permainan dengan baik. Penampilan Guillermo Ochoa di bawah mistar Meksiko pun patut diacungi jempol. Kemampuannya jelas sudah tak diragukan lagi (menurut penulis) sejak pemain ini tampil di Piala Dunia 2010 Afrika Selatan. Karena dari sanalah, dirinya sempat menjadi salah seorang pemain yang sangat diincar oleh klub-klub papan atas di Liga-liga Eropa karena kemampuannya menjaga gawang Meksiko terlihat ciamik, penuh totalitas. Kualitas penjaga gawang tentu mampu memberikan sumbangsih ketenangan bagi lini pertahanan sebuah tim. Dan di sini, Meksiko memilikinya. Meskipun, publik akan lebih mengenal kualitas Neuer di bawah mistar gawang Jerman dibandingkan Ochoa.
Di poin ketiga adalah Meksiko mampu tampil lepas dan percaya diri ketika mereka mampu melakukan duel di lini tengah. Secara keseluruhan, mereka berani mengimbangi lini tengah Jerman dengan organisir pertahanan melalui para pemain tengahnya. Beberapa pemain Meksiko mampu memenangkan duel dalam memperebutkan bola yang sedang dikuasai para pemain Jerman. Dan mereka tidak mau berlama-lama untuk menahan bola ketika bola berhasil direbut dan dikuasai. Aliran bola langsung diarahkan ke sayap kanan maupun kiri, dan kemudian sudah ikut berlari mencari ruang pula, seorang penyerang mantan pemain Manchester United, Chicarito. Metode ini yang kemudian merepotkan barisan pertahanan dan mengganggu konsentrasi Jerman ketika mereka sedang tertinggal dan harus segera mencari gol penyeimbang. Sebenarnya strategi compact defense dari Meksiko baru terlihat ketika pertandingan sudah memasuki menit ke 60-an termasuk ketika salah seorang pemain yang sangat senior—Marquez dimasukan. Sebelumnya atau misalnya di babak kedua, lini tengah Meksiko cukup percaya diri dalam membangun serangan dan menguasai permainan. Di sinilah yang kemudian menjadi titik lemah bagi Jerman ketika mereka tidak mampu mematahkan penguasaan bola dari Meksiko. Sebuah boomerang bagi Jerman ketika mereka sudah cukup fokus membangun serangan namun di sisi lain, Meksiko juga ingin mencari gol cepat.
Biasanya strategi mencari gol terlebih dahulu lalu mempertahankannya sampai akhir pertandingan sering dilakukan oleh tim-tim yang kurang diunggulkan, dan di sini terlihat sepertinya kubu Meksiko sangat memahami situasi mereka. sehingga, mereka mencoba melakukannya, dan Jerman gagal mengantisipasinya dengan baik. Skor akhir dan telah menjadi bukti bahwa timnas Meksiko juga tak pantas disepelekan. Dengan ‘aroma’ sepak bola khas Amerika Latin, mereka patut dihargai minimal dengan prediksi 50-50 ketika menghadapi tim besar Eropa. Karena pertemuan antara dua kekuatan yang berbeda, sangat tidak meyakinkan ketika kita hanya mengambil sudut pandang dari ketenaran (publik yang lebih mengenali peta kekuatan timnas negara Eropa dibandingkan dari negara benua lain—kecuali Brazil, dan Argentina). Jerman memang sang juara bertahan, namun kiprahnya di Piala Dunia harus dimulai dari nol, sama dengan Meksiko.
Comments
Post a Comment