EL CLASICO in “New Era”


(Madrid berusaha melawan, Barcelona justru semakin menawan)

5-1 adalah skor akhir El Clasico (28/10) (standard.co.uk)

Part 2

Permasalahan utama juga ada dari internal Madrid yang harus menghalangi mereka untuk menahan pesta kemenangan si tuan rumah. Yaitu, mandul. Sebenarnya, ingin sekali untuk dibubuhi tanda baca seru (!) daripada tanda baca titik (.), namun sepertinya itu masih kurang perlu untuk dilakukan. Bagaimana tidak disebut mandul ketika mereka memiliki banyak peluang namun gagal dikonversikan menjadi gol? Gareth Bale bukannya tanpa peluang, Isco, Modric dan bahkan Benzema juga bukan tanpa peluang. Bahkan seharusnya Benzema mampu mencetak gol saat diberikan umpan manja bin syantik dari crossing Lucas Vasquez. Namun, ketidakberuntungan seperti menjadi hal yang tak mau pergi dari para pemain Madrid. Kesigapan Ter Stegen dan kekompakan duet baru Pique-Lenglet seolah menjadi batu besar yang menghalangi para pemain Madrid untuk mempertahankan kursi kepelatihan bagi pelatih baru mereka. Ya, pasca laga ini, sudah bukan hal baru bagi kita untuk mendengar isu pemecatan pelatih yang ironisnya juga dipecat beberapa hari sebelum Piala Dunia 2018 kick-off oleh federasi sepakbola Spanyol pasca beredarnya kabar persetujuan kedua belah pihak (Julen Lopetegui dan manajemen Real Madrid) sebelum timnas Spanyol berlaga di Rusia.

Ironis sekali jika pelatih muda seperti dirinya harus menelan dua pil pahit hanya dalam waktu yang berdekatan. Bisa jadi, dirinya tak bisa tenang untuk menikmati Natal dan Tahun Baru nanti—yang mungkin menjadi mimpinya untuk merayakan kebahagiaan ketika dirinya resmi menukangi Modric cs. Tentu ini bukan keinginan siapapun termasuk dirinya, seandainya ceritanya Madrid tidak berada di posisi 9 klasemen sementara La Liga dan menelan kekalahan telak 5-1 dari Barcelona.

talksport.com


Sedikit meninjau kembali soal taktik, bahwa si pelatih Madrid ini bukannya tanpa usaha. Dirinya sudah mencoba merubah formasi. Pergantian pemain juga dilakukan untuk mencari jalan keluar dari bahaya, namun mereka gagal memanfaatkan momentum dan di sisi lain, Barcelona tak kehilangan cara untuk mencari peluang dalam menjauhkan kembali keunggulan mereka.

Marcelo harus ditarik keluar karena cedera. (standard.co.uk)


Hal ini dapat dilihat dari gaya main Rakitic cs, bahkan pemain-pemain kreatif dalam penyerangan Barcelona ini tak pernah segan untuk bertahan total ketika bola memang sedang dikuasai dominan oleh kaki-kaki Modric dan Isco. Ivan Rakitic dan Rafinha bahkan terlihat beberapa kali harus berjibaku dalam duel dan mengintersep laju bola yang mengarah ke pertahanan maupun gawang timnya. Ditambah lagi dengan respon mereka dalam bermain yang tak kalah apik, yaitu menggunakan taktik bola direct pass ketika mereka mampu mematahkan serangan lawan. Permainan pragmatis namun cantik pun terlihat di babak kedua, dan itu bukan hal haram bagi klub sebesar Barcelona. Bahkan ketika Nelson Semedo dan Ousmane Dembele masuk, permainan Barcelona yang mampu melakukan transisi cepat dari bertahan ke menyerang pun terlihat semakin susah untuk dibendung oleh trio bek Real Madrid—yang sudah mulai kepayahan. Masuknya dua pemain yang memiliki kecepatan dan gocekan maut khususnya Ousmane Dembele, jelas memberikan masalah (lagi) bagi pertahanan Madrid. Para pemain Madrid yang sedang berupaya mencari gol tambahan untuk menipiskan jarak justru gagal ketika masuknya pemain-pemain segar Barcelona. Seperti di laga Barcelona sebelumnya—menjamu Inter Milan di Liga Champions, Valverde juga memasukkan Semedo dengan menarik keluar pemain tengah, yaitu Rafinha. Masuknya fullback kanan ini kemudian membuat peran Sergi Roberto dirubah menjadi winger kanan menggantikan peran Rafinha sebelumnya. masuknya bek kanan segar tentu menjadi taktik menarik, mengingat kualitas Semedo jelas sama baiknya dengan Sergi Roberto baik dalam membantu serangan maupun menjalankan kewajiban utamanya dalam bertahan. Termasuk ketika aksi menggocek Semedo yang mengelabui Marcelo mampu menjadi salah satu bukti bahwa kehadiran bek segar mampu membuat lini belakang Barcelona menjadi kembali tenang. Mereka pun dapat kembali tenang dalam upaya membangun serangan dan mencari gol ketiga untuk menjauhkan kembali jarak, dan itu berhasil. Karena masuknya Semedo jelas merupakan upaya merespon taktik Valverde terhadap taktik kompatriotnya tersebut.

Suarez selebrasi diikuti Dembele (standard.co.uk)


Gol ketiga seolah menjadi penghancur mimpi para pemain Real Madrid saat itu dan sayangnya pergantian pemain yang dilakukan oleh Lopetegui (Bale diganti Asensio dan Marcelo diganti Mariano Diaz) seperti hanya karena mereka mendapatkan batu sandungan dari internal mereka. Permainan Bale yang tak begitu memuaskan dibandingkan Benzema, dan cederanya si pencetak gol satu-satunya bagi Madrid, Marcelo dengan digantikan oleh pemilik nomor 7 warisan Cristiano Ronaldo, Mariano Diaz layaknya seperti menjalankan kewajiban tim untuk memanfaatkan slot pergantian pemain. Sungguh disayangkan melihat pemain sehebat Bale gagal bersinar di El Clasico era baru ini yang seharusnya menjadi panggungnya untuk dapat membuktikan bahwa dirinya adalah pemain yang lebih pantas disebut pengganti CR7 dibandingkan pemilik nomor 7 yang baru saat ini menginjakkan kakinya di panggung besar El Clasico. Benar-benar disayangkan ketika dirinya pernah dielu-elukan pasca mampu membuat jatuh bangun bek muda Barcelona kala itu—Marc Bartra, dengan kecepatannya yang luar biasa namun kini seperti tenggelam ketika dalam beberapa musim lebih sering bertarung dengan masalah kebugarannya. Momen pindahnya CR7 ke Juventus sebenarnya menjadi momen emas bagi mantan pemain Tottenham Hotspur ini. Maklum, dirinya mendarat ke Bernabeu sebagai pemain muda dengan biaya transfer super mahal kala itu. Tentu ekspektasi besar selalu mengiringi setiap hal yang sudah terlanjur digembor-gemborkan apalagi dengan kekuatan media massa masa kini yang luar biasa dalam mengapresiasi permainan setiap pemain sepakbola termasuk talenta pemain asal Wales ini. Ya, Bale seperti masih redup ketika di awal musim sempat membuat publik Madridista bersorak merayakan gol-golnya ke gawang lawan. Namun di laga penting dan genting sepertinya dia lebih memilih harus tidur dengan ketidaknyamanan.

Benzema dan Higuain (calcio.fanpage.it)


Begitu pula dengan Karim Benzema, salah satu kapten setelah Sergio Ramos ini rupanya masih sangatlah belum konsisten dalam urusan mencetak gol bahkan dua peluang emasnya melalui sundulan dan sepakan kakinya masih gagal bersarang ke gawang Ter Stegen. Entah, apa yang salah dari pemain asal Prancis ini, bahkan dukungan dari pemain lini kedua bukannya sedikit, namun malah banyak. Memang, kadangkala kita melihat pemain seperti Isco atau Modric harus memilih untuk mengeksekusi sendiri bola yang dia miliki ketika mendapatkan celah meski sedikit. Hal ini mungkin juga karena tingkat efisiensi dan efektivitas Benzema dalam memanfaatkan peluang masih di luar standar dirinya. Nyaris sama seperti Bale, meski tidak dengan riuhnya pemberitaan dari media massa kala itu. Benzema mendarat dari Olimpique Lyon sebagai pemain muda Prancis yang bertalenta besar dan saat itu sudah cukup pantas untuk mengenakan seragam kebesaran Madrid yang kala itu sudah memasuki era baru Los Galacticos. Hal ini tentu menunjukkan bahwa Benzema bukan pemain picisan. Bahkan jika dirunut sedikit ke belakang, dirinya sebenarnya juga memiliki permainan yang mirip seperti Bale dan CR7, yaitu awalnya bermain sebagai winger bukan target man. Namun, karena gaya main CR7 yang lebih suka membawa bola dari tepi lalu ke kotak penalti lawan, membuat Benzema harus bertransformasi sebagai center forward—menggusur mantan striker kala itu Gonzalo Higuain. Termasuk ketika terbentuknya trio BBC (Benzema-Bale-Cristiano), tetap saja torehan gol Benzema tak bisa melebihi gol CR7—suatu hal yang kala itu dianggap wajar. Fenomena yang kemudian menjadi bumerang negatif ketika Cristiano Ronaldo pergi dan akhirnya kewajaran dari Benzema menjadi kemirisan yang harus membuat nasib Julen Lopetegui menjadi taruhan. Sepertinya, kita patut menantikan kiprah Benzema dan Bale dengan pelatih barunya nanti. Apakah mereka mampu bangkit dan bersinar lalu mengantarkan Real Madrid ke tahta status sebagai tim besar yang lebih besar dibandingkan para pemainnya yang telah pergi atau memang seperti kata publik saat ini, bahwa tim besar seringkali kehilangan kebesarannya ketika kehilangan pemain besarnya.

Teka-teki sulit itu sepertinya hanya bisa dilihat nanti.

Nanti setelah ada kabar baru dari media massa yang mengabarkan tentang klub besar Real Madrid di era baru La Liga, di era baru El Clasico.

Let’s see and wait for the best future for everybody!

Comments

Popular Posts