Malam Pembantaian FC Barcelona

 

Dok. Pribadi (DeddyHS_1S)

Sukar dipercaya--kata Rendra Soedjono--jika Barcelona akan mengalami kekalahan telak di kandang sendiri. Tetapi, kekalahan ini sudah dipercaya sebelum pertandingan ini dimulai. Mengapa demikian?


Pertama dan utama sudah jelas karena lini pertahanan Barcelona tidak teruji ampuh dalam menghadapi serangan lawan. Jangankan menghadapi Paris St. Germain, menghadapi tim papan bawah La Liga dan Copa del Rey saja Barcelona kesusahan untuk tanpa kebobolan.


Awalnya, melihat Gerard Pique kembali ke skuad utama seperti harapan bahwa lini belakang akan lebih solid. Tapi, itu bukan yang terjadi.


Tiga dari empat gol PSG tercipta saat masih ada Pique di lapangan. Ketika tidak ada, Barcelona hanya kebobolan 1 gol.


Tetapi, itu juga bukan hanya kesalahan Pique, melainkan semua bek Barcelona di lapangan. Bagaimana Clement Lenglet lebih fokus dengan arah bola daripada keberadaan Moise Kean yang sudah jelas dia lirik sebelum bola free-kick ditendang.


Kedua, karena lini depan tidak bisa mencetak gol selain lewat situasi bola mati. Ini bukan hanya menyebut Messi, melainkan semua pemain depan Barcelona.


Ketika tidak ada Messi, bisa diyakini penendang penalti antara Antoine Griezmann atau Ousmane Dembele jika yang dipilih pemain tipikal menyerang. Tetapi, kalau ada Frenkie De Jong, ini bisa menjadi opsi bagus.


Melihat Messi maju sebagai eksekutor, nyaris semua kiper sudah mempelajarinya. Apalagi, Keylor Navas. Dan terbukti, Navas berhasil membaca arah tendangan Messi. Hanya saja, tendangan Messi lebih ke atas dan lebih kencang daripada gerakan tangan Navas.


Seandainya tidak ada penalti, dari mana gol Barcelona bisa tercipta?


Tidak ada. Karena, Barcelona hanya berupaya menyerang tetapi sulit menjebol gawang.


Barcelona sudah berupaya mengkreasi peluang, tapi entah mengapa sulit mencetak gol. Itu sudah terlihat takhanya di lapangan malam ini.


Di La Liga, permasalahan itu sudah ada. Hanya saja, publik sudah merasa senang karena pada laga terakhir Barcelona bisa menang dengan mencetak 5 gol. Tetapi, apakah pertahanan PSG seperti itu?


Tentu saja tidak. Tapi, bisa saja itu terjadi. Karena, sebaik-baiknya materi pemain bertahan PSG, kesalahan pemain bisa terjadi.


Itu juga diperlihatkan Navas yang nyaris mencoreng kedigdayaan Kylian Mbappe di lini depan PSG. Seandainya, Griezmann bisa mencetak gol lewat kesalahan Navas, mungkin ada harapan.


Tetapi, apakah klub sebesar Barcelona hanya berharap pada gol "jatuh dari langit"?


Seharusnya tidak. Namun, boleh saja demikian.


Sayangnya, Barcelona tidak punya keberuntungan di Camp Nou. Mereka seperti tidak punya hak untuk menang, karena cara menyusun serangannya masih kurang dari standar ideal Barcelona.


Standar itu adalah ketergantungan pada Messi, dan Messi tidak lebih percaya kepada rekannya.


Messi hanya percaya dengan Dembele, Jordi Alba, dan Griezmann. Itu pun sudah untung.


Saat ada Pique dan ada situasi bola mati (set-piece), Messi akan percaya pada Pique. Alternatifnya Lenglet. Itu pun jarang terjadi.


Bagaimana kalau Griezmann dan Pique angkat kaki dari lapangan?


Kepercayaan Messi kepada pemain lain akan turun. Bola akan lebih diserahkan ke Dembele atau Alba untuk membuat keputusan yang lebih bijak.

Dok. Pribadi/DeddyHS_15 (Diolah dari Google/UCL)
Dok. Pribadi/DeddyHS_15 (Diolah dari Google/UCL)

Sayangnya, keputusan itu tidak dibarengi dengan waktu dan penempatan yang tepat oleh Martin Braithwaite. Padahal, keputusan dari dua pemain "ajudan" Messi itu sudah tepat.


Artinya, kreativitas Barcelona cukup terbatas. Tidak bisa dibilang nihil, karena masih ada Messi, Dembele, dan Alba.


Pemain lain minimalis. Syukur-syukur mau membantu menempatkan diri di dalam kotak penalti PSG walaupun belum tentu dikirimkan bola spekulatif oleh Messi.


Dan, itu bukan kebiasaan Messi. Messi lebih sering mengirimkan bola-bola terukur dibanding bola-bola spekulatif. Kecuali, kalau dia ingin langsung mengarahkan ke gawang, baru ada dan sering spekulatif.


Kreativitas yang cukup terbatas itu sayangnya tidak dibarengi dengan kepercayaan Messi kepada pemain lain. Itu terlihat dari tendangan penjuru Messi yang langsung mengarah ke gawang Navas.


Nahasnya, para pemain Barcelona sudah kehilangan akal dan mengharapkan ada situasi-situasi bola mati. Itu mengingatkan pada laga-laga Barcelona sebelumnya.


Salah satunya saat menghadapi Sevilla. Mereka sulit menang, karena mencoba mengandalkan kehebatan Messi mengeksekusi bola mati, khususnya tendangan bebas.


Padahal, situasi semacam itu jauh lebih sulit untuk mencetak gol dibandingkan bola hidup (open play). Sekalipun Messi adalah pemain ajaib, permainan Barcelona harus rasional.


Itu yang sayangnya tidak disadari Barcelona. Itu pula yang menjadi poin terakhir (ketiga) dari penyebab malam pembantaian Barcelona.


Barcelona bermain dengan kurang rasional. Entah, ini disebut kurang/miskin taktik, atau memang seperti ini Barcelona yang sekarang.


Itulah mengapa, Barcelona sulit dijagokan untuk menang. Bahkan, sekalipun PSG tidak memainkan Neymar Jr.


Ini karena PSG memang sebenarnya bisa bermain tanpa Neymar. Masih ada Mbappe kok.


Dan, Mbappe terlihat lebih cocok bermain di PSG, karena dia lebih mau bermain minimalis daripada Neymar yang selalu mengharapkan bola ada di kakinya. Seandainya, bola selalu bergantung pada kaki Neymar untuk memulai serangan dan mengeksekusi peluang, nasibnya akan seperti Barcelona.


Namun, kali ini PSG bermain sebagai tim sepak bola yang ideal. Kompak dan saling percaya.


Itu artinya, permainan sudah dijalankan dengan benar oleh pelatih dan pemain. Sepak bola memang seharusnya seperti itu.


Hanya saja, semakin ke sini banyak pemandangan sepak bola yang mulai terpecah dua. Antara permainan yang disebabkan oleh taktik pelatih atau oleh kemampuan istimewa pemain.


Sekelas Thomas Tuchel yang kabarnya keras kepala, masih mengharapkan usaha maksimal Neymar kok. Apalagi, Pochettino dan Ronald Koeman yang pernah dipecat klubnya--kurang berwibawa.


Namun, malam ini Poche beruntung berhasil memiliki 11 pemain di lapangan yang mau mendengar dan mempraktikkan strateginya. Pemandangan ini akan patut dinantikan lagi, apakah ada atau tidak jika PSG bermain dengan Neymar.


Karena, pada musim 2019/20, PSG amat mengandalkan upaya Neymar sekalipun lawannya "hanya" Atalanta. Neymar harus frustrasi dulu, baru mau membagi bola ke rekannya. Ini jelas tidak cocok untuk mengirimkan sebuah tim melaju hingga fase tertinggi kompetisi seperti Liga Champions.


Kalau Barcelona ingin menghadapi laga kedua babak 16 besar dengan kepala tegak, maka dua unsur krusial di lapangan harus bersatu. Pelatih dan pemain harus membuat dan mengeksekusi taktik yang tepat, yaitu kolektif.


Koeman kalau memang pelatih, dia harus berani memberitahu Messi, kalau dia harus memanfaatkan kejeniusannya untuk bermain kolektif, bukan pilih-pilih. Kalau dia merasa Braithwaite perlu diberi operan terobosan bukan operan silang, lakukan itu. Jangan melempar keputusan itu ke pemain lain yang siapa tahu telah mengubah momentum dari serangan Barcelona.


Ini memang terlihat rumit, tapi Barcelona yang dulu bisa digdaya karena itu. Operan-operan bolanya rumit, sulit dipercaya bahwa bola bisa dengan cepat berpindah dari kaki ke kaki, sekalipun kadang berada di kepungan banyak pemain lawan.


Sekarang, Barcelona walau bisa menguasai bola, tapi cara mainnya menjadi mudah ditebak. Mereka hanya mengoper bola ke area yang memang bebas hambatan.


Berbeda dengan dulu. Bola bisa dicungkil untuk melewati hadangan lawan, hanya untuk memastikan bahwa pemain itulah yang memang harus dituju bukan pemain lain.


Penggambaran ini hanya sebuah harapan. Meskipun, Barcelona tersingkir juga tidak apa-apa. Karena, memang Barcelona yang sekarang hanya sebuah tim yang cocok mengarungi satu kompetisi saja.


Bahkan, sekalipun ada istilah "La Remontada", penggemar Barcelona sudah sebaiknya berpikir realistis. Mencetak minimal 4 gol tanpa kebobolan di laga kedua (agg. 5-4 untuk Barcelona) adalah mimpi.


Jadi, segera bangun dan jangan bermimpi terus!


Indonesia, 17 Februari 2021

Deddy HS.

Comments

  1. Wah. Mulai ngisi lg nih🤭🤭

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Pak. Biar kayak Pak Ozy. Ehehe. Ini sebagai bagian dari strategi saya pak untuk bulan ini. Kebetulan lagi pengen iseng.

      Delete

Post a Comment

Popular Posts