Kemenangan Perdana Jorge Lorenzo dengan Ducati di Mugello

"Finally, he's back on the top podium!!!"


sumber gambar: akun instagram Jorge Lorenzo


Mungkin ini kalimat yang sangat dramatis dan menggambarkan situasi salah seorang pebalap hebat di MotoGP era millenium ini. Ya, Jorge Lorenzo harus merasakan paceklik kemenangan selama sekitar 1,5 tahun sejak kemenangan di sirkuit Valencia di tahun 2016. Di tahun itu pula, Por Fuerra harus mengakhiri masa baktinya di tim pabrikan Yamaha. Dia akhirnya untuk kedua kalinya berpisah dengan duet maut yang sekaligus menjadi rival sengitnya di lintasan MotoGP, Valentino Rossi.

Berpisah dengan ikon MotoGP yang identik dengan nomor 46 ini seolah menjadi suatu keharusan bagi si pemilik nomor 99 itu. Ya, berada di bawah pesona dan ambisi Valentino Rossi yang mengejar gelar juara yang ke-10, jelas bukan hal bagus bagi Jorge yang tentunya berharap dirinya dapat dukungan maksimal dari tim Garpu Tala itu.
Setelah Valentino Rossi sempat pindah ke Ducati. Jorge Lorenzo seolah juga ingin mencoba atmosfer baru di tim Ducati. Dia pun akhirnya berduet dengan Andrea Dovizioso yang juga mantan pebalap Yamaha Tech 3. Dengan status pemilik gelar juara dunia 3 kali di kelas MotoGP, dia pun langsung menjadi pebalap utama.

Namun, nasib Jorge Lorenzo di musim pertamanya di tim bermarkas di Italia tersebut, bisa disebut sangat tidak baik. Tentunya, hal ini berdasarkan track record-nya sebagai pemilik gelar juara 5 kali di seluruh kelas. Melalui musim tanpa kemenangan satu pun, sedangkan rekan duetnya, Dovizioso justru mampu bersaing memperebutkan gelar juara dunia dengan Marc Marquez. Sehingga, publik mulai meragukan kapasitas pebalap asal Spanyol tersebut.

Ironis, dimulainya tahun 2018 ini di Qatar, semua mata publik penikmat MotoGP lebih fokus kepada Marc Marquez, Andrea Dovizioso, dan duo Yamaha pabrikan Valentino Rossi-Maverick Vinales. Kondisi musim 2017 yang menempatkan Jorge Lorenzo di posisi 7 klasemen akhir di bawah rookie of the year, Johann Zarco membuat fokus Ducati sepertinya akan berada di Andrea Dovizioso yang diharapkan mampu menjadi peraih gelar juara dunia bersama Ducati setelah Casey Stoner--satu-satunya pebalap yang mampu memenangkan juara dunia bersama Ducati.

Situasi Jorge Lorenzo di Ducati mulai terasa hangat diperbincangkan tentang masa depannya. Ada yang mengisukan akan pensiun. Ada yang merumorkan ketertarikan pabrikan Suzuki untuk merekrut pebalap kelahiran 4 Mei tersebut. Dan yang terbaru adalah keinginan Yamaha untuk memulangkan "si anak hilang"-nya, meskipun sepertinya tidak berada di tim pabrikan. Yamaha memang tak lagi bersama Tech 3 yang saat ini masih menjadi tim satelitnya.
Bergabungnya Jorge Lorenzo ke Yamaha--meskipun di tim satelit, kemungkinan besar membuat tim pabrikan Yamaha akan lebih kuat dan berada kembali dalam pacuan perebutan gelar juara, setelah kegagalan bersaing dengan Honda-nya Marquez di musim 2016 dan 2017.

Jorge Lorenzo adalah pebalap yang berkarakter kuat. Memiliki kemauan beradaptasi adalah kelebihannya, hanya saja dia perlu waktu yang tidak secepat Johann Zarco dan Maverick Vinales saat mereka pertama kali gabung ke tim Yamaha. Namun, Jorge Lorenzo tetap berupaya fokus pada proses adaptasinya. Kegagalannya untuk bekerja sama dengan Casey Stoner tak membuatnya patah semangat. Dia memilih Michelle Pirro sebagai penasihatnya yang meskipun karir pebalap Italia itu tak sementereng Casey Stoner. Jorge Lorenzo sadar betul bahwa Ducati tidak begitu mudah untuk ditaklukan. Duet Italiano pada musim 2016, Andrea Ianonne dan Andrea Dovizioso masih belum menunjukan progres yang signifikan. Meskipun, keberhasilan mereka mendominasi balapan di sirkuit Austria pada saat itu dapat melahirkan asa pada kubu Ducati untuk memenangkan juara dunia di MotoGP. Di sinilah awal mula bagaimana langkah Ducati selanjutnya. Ducati mengetahui bahwa mereka butuh pebalap bermental pemenang sekaligus seorang juara dunia untuk dapat memaksimalkan kemajuan perkembangan mesin Ducati. Pilihan pada Jorge Lorenzo sebenarnya tak salah, meskipun mungkin publik meyakini situasi akan berbeda jika merekrut pebalap lain--Marc Marquez yang lebih dijagokan dapat cocok dengan karakter Ducati yang memiliki power yang tangguh di lintasan lurus.

Lagi-lagi, penulis menyebutkan bahwa Jorge Lorenzo adalah pebalap berkarakter kuat. Dia punya mentalitas bersaing di level tinggi. Dia juga punya kemampuan meng-input data-data yang diperlukan untuk memperbaiki kekurangan Ducati.
Ducati yang pada waktu sebelumnya hanya mengandalkan tenaga mesin kuat di lintasan lurus, kini diupayakan untuk mampu berakselerasi bagus juga di tikungan. Jorge Lorenzo dikenal sebagai pebalap yang mahir sekali menaklukan tikungan. Dia selalu memperhitungkan kapan dia harus masuk ke tikungan dengan tepat, tanpa harus hard breaking. Di Yamaha, hal ini jarang terjadi dilakukan oleh Jorge Lorenzo, mengingat mesin Yamaha didesain untuk bisa cepat masuk ke tikungan. Meskipun Yamaha juga bukan tanpa cacat. Yamaha yang bisa cepat masuk tikungan, tapi susah untuk keluar dari tikungan. Tarikan mesin yang kabarnya lebih halus dibandingkan Honda dan Ducati, membuat Yamaha kadangkala kesulitan menaklukan tikungan yang Top and Go seperti yang dimiliki Le Mans  dan Motegi (meskipun Yamaha juga tak jarang memenangkan race). Yamaha akan leluasa ketika di sirkuit yang memiliki tikungan lambat seperti di Mugello, karena tikungan yang lambat dapat membantu memanaskan proses peralihan kecepatan untuk dapat maksimal saat keluar dari tikungan seperti di tikungan terakhir Mugello (momen kemenangan duel sengit Jorge Lorenzo dengan Marc Marquez di musim 2016 disinyalir karena ketepatan perhitungan Jorge Lorenzo dalam menaklukan tikungan akhir dan transisi di trek lurus).

Nah, dengan sedikit flash back tentang karakteristik Yamaha tersebut dapat mengantarkan kita ke bagaimana beratnya beban beradaptasi Jorge Lorenzo yang selama sembilan musim hanya mengenali motor Yamaha saja. Dia harus beradaptasi keras untuk dapat menunggangi Ducati minimal dengan 50% gaya berkendaranya. Para rival pun mulai berteka-teki. Namun setelah melihat beberapa race dan melihat pula proses perjalanan Jorge Lorenzo dengan Ducati, semua tahu bahwa Jorge Lorenzo masih perlu bantuan dari timnya untuk menghasilkan sesuatu yang dapat membantunya menaklukan Ducati.
Hilangnya winglet, membuat Ducati mencari hal baru agar dapat menggantikan winglet yang berfungsi memberikan down force saat motor sedang transisi berpacu di lintasan lurus. Lahirnya inovasi memodifikasi bagian depan motor dengan membuat bentuk fairing motor memiliki memiliki lubang-lubang angin. Fungsinya sebagai down force dan untuk menahan keliaran motor Ducati saat di trek lurus.

Kehadiran bentuk baru pada motor yang lagi-lagi diawali dari Ducati, membuat beberapa pihak mengkritisi khususnya terhadap tingkat keamanan penggunaan desain motor seperti itu. Namun, Ducati berupaya maksimal untuk mendukung para pebalapnya, khususnya Jorge Lorenzo yang selalu mengeluhkan soal tidak adanya tekanan untuk ban agar tetap melaju di aspal lintasan.
Keberadaan desain motor yang baru ini, Jorge Lorenzo memang tidak serta merta menanjak performanya, namun terlihat ada progres yang positif. Beberapa kali di race, Jorge Lorenzo mampu bersaing di barisan depan meskipun masih belum dapat memenangkan kemenangan maupun menghasilkan banyak podium. Hasilnya bisa dikatakan 50-50, karena di paruh awal yang buruk walau diwarnai dengan podium di Jerez. Jorge Lorenzo mulai memperlihatkan paruh akhir yang membaik dalam segi kemampuannya mengontrol Ducati di lintasan. Keapesan (konsentrasi dan stamina) dan daya tahan ban yang seringkali cepat habis adalah penghalangnya. Lagi-lagi di sini, Jorge Lorenzo masih berada dalam lingkaran adaptasi.

Adaptasi yang dianggap terlalu lama oleh banyak pihak membuat tim Ducati juga harus memikirkan bagaimana masa depan tim bersama Jorge Lorenzo. Dukungan tim yang dirasa maksimal memang perlu dibayar dengan hasil maksimal di lintasan. Ditambah lagi dengan faktor adanya pebalap-pebalap yang terlihat memiliki gaya mengendara powerfull seperti Danillo Petrucci, dan Andrea Iannone--meskipun si pebalap tahun ini sedikit ditaruh "di belakang" Alex Rins, membuat tim Ducati tertarik menggaetnya sebagai rekan Andrea Dovizioso yang sudah dianggap dapat bersaing di jalur juara. Jorge Lorenzo mulai berada di masa dirinya tak lagi dianggap mampu untuk bersaing di papan atas. Meraih kemenangan (meskipun seringkali nyaris dianggap seharusnya bisa) di setiap race seperti sudah bukan lagi target yang bisa disematkan di atas bahunya. Dia harus bergerak dari bawah (lagi), menjadi pebalap yang harus konsisten dulu dalam mencetak poin, lalu konsisten bersaing sengit dengan pebalap grup depan di setiap race, baru kemudian membawa motornya konsisten di depan dan meninggalkan rival-rivalnya. Seperti di Mugello kemarin (3/6), dia menunjukkan apa yang seharusnya dia lakukan. Memilih ban yang tepat, start yang langsung melesat, dan fokus terhadap kecepatan di setiap lap-lap awal, baru kemudian membuat gap (pasca Marquez jatuh). Terakhir, dia harus konsisten menjaga kecepatannya di kisaran 1 menit 48 detik.

Dan seperti yang kita lihat, Jorge Lorenzo juara di Mugello!
Memecahkan cangkang telur yang mengungkung prestasinya sejak kemenangan di Valencia musim 2016 bersama Yamaha. Kini, dia kembali. Kembali menancapkan bendera Lorenzo's Land di tanah Mugello. Kembali pula untuk menyapa para penggemarnya yang sudah lama "bersembunyi" dan lebih memilih menjadi fans Ducati (dapat mendukung siapapun yang ada di Ducati dan merasa senang ketika pebalap Ducati mampu mengalahkan Marc Marquez yang dengan kehebatannya bersama Honda dapat mendominasi MotoGP saat ini).

Kini, Jorge Lorenzo bersanding dengan 5 pebalap lainnya yang mampu memenangkan race dengan dua motor pabrikan yang berbeda. Valentino Rossi, Max Biaggi, Maverick Vinales, Andrea Dovizioso, Casey Stoner, dan Jorge Lorenzo. Jorge Lorenzo tak hanya berhasil membangunkan para fans-nya, namun juga membangunkan publik dan para pebalap lainnya (meskipun semua tahu betul kemampuan Jorge Lorenzo dengan bukti raihan 3 gelar juara dunia yang tak semua pebalap mampu melakukannya) untuk kembali melihat bahwa dirinya masih bisa memenangkan race. Selain itu juga membangunkan para petinggi dan jajaran manajemen Ducati untuk membahas masa depan Ducati bersama Jorge Lorenzo.

Mari kita lihat, apa yang terjadi selanjutnya pada Jorge Lorenzo. Mampukah dia tetap menjaga ritmenya sebagai pemenang balapan? Atau kemenangan kemarin masih merupakan proses adaptasinya bersama Ducati? Bertahankah Jorge di Ducati? Atau dia ingin mencari tempat baru lagi?
Menurut penulis, dia akan bertahan. Setidaknya untuk melihatnya berada di Ducati sebagai orang yang sudah mengenali Ducati. Dua musim lagi bukanlah kemustahilan. Kuncinya ada di kepercayaan, dukungan dan kerja keras yang akan menghasilkan sesuatu yang mungkin kita tunggu-tunggu.

JORGE LORENZO!

#LorenzoLand
#JorgeLorenzo

Comments

Popular Posts