Review Piala Dunia 2018 (Chapter 1)
![]() |
| sumber gambar: idntimes |
Part 4
Di sesi ke 4 pada chapter 1 ini, karena review ini penulis bagi menjadi beberapa chapter khusus untuk membahas beberapa laga yang menurut penulis menarik untuk diulas sedikit dengan sudut pandang seorang yang hanya bisa menonton siarannya di tv. Di dalam satu chapter akan ada beberapa part untuk menghindarkan artikel terisi oleh barisan paragraf yang terlalu panjang dan membuat pembaca dapat ‘mati terduduk’. Untuk chapter pertama ini yang sudah berjalan tiga part dengan ini yang ke-4, juga akan ada part ke-5 yang akan mengakhiri perjalanan chapter pertama sesi Review pertandingan Piala Dunia Rusia 2018.
Nah, tak perlu berlama-lama lagi, mari kita membahas laga selanjutnya di Piala Dunia yang menarik diulas. Yaitu, laga yang mempertemukan Inggris dengan Tunisia. Di laga ini, pertandingan berjalan cukup alot, karena kedua tim tidak ingin kesulitan menghadapi laga selanjutnya—demi menjaga asa lolos dari grup. Sekaligus mengusung gengsi dalam membawa nama besar negara masing-masing. Perlawanan Tunisia jelas sangat kuat untuk meredam skuad offensive Southgate—pelatih the Three Lions, tersebut. Sampai akhirnya memang Harry Kane mampu mencetak gol dan kemudian kedudukan menjadi berimbang 1-1 setelah Tunisia mampu membalas dengan gol Sassi, sampai sekitar satu atau dua menit menjelang bubaran dengan kondisi para pemain Tunisia sudah PD dapat mengamankan satu poin di laga perdana nang penting tersebut. Tapi, petaka jelas muncul ketika bahaya yang terus menghantui lini pertahanan Tunisia, justru ditambah dengan kesalahan salah seorang pemain Tunisia yang mencoba memperlambat tempo permainan namun membuat bola keluar lapangan dan itu berada di area pertahanan sendiri. Dengan situasi para pemain Inggris sudah 100% mengerahkan tekanan ke area pertahanan Tunisia, jelas keberadaan momen bola keluar dari lapangan di dekat area pertahanan Tunisia dapat diharapkan betul untuk menjadi peluang terakhir mereka. karena memang laga sudah masuk ke masa extra time. Dan benar saja, gol terjadi di laga tersebut dan kembali dicetak oleh Harry Kane memanfaatkan situasi sepak pojok di menit ke-90+.
Inggris pun berhasil menang dan berhasil menjadi pesaing bagi Belgia di grup yang sama. Karena memang kedua negara ini difavoritkan lolos ke fase knock-out. Tapi bukan hal ini yang akan dibahas, melainkan bagaimana permainan tim dapat dirusak dengan kelengahan dan terlalu tingginya kepercayaan diri pemain. Hal ini dapat membuat perjuangan 90 menit dapat menjadi sia-sia ketika harus dihukum dengan tekanan tiada kenal batas dari skuad yang 100% mengincar kemenangan. Penulis di sini mencoba mengulik soal strategi mengulur tempo permainan di akhir-akhir laga oleh tim yang sedang merasa dapat memperoleh keuntungan. Dan menariknya, di sini adalah tim yang tidak dijagokan menang, namun ternyata mampu mengimbangi permainan salah satu tim unggulan. Ya, itulah Tunisia. Sebuah timnas yang diharapkan mampu menjadi kuda hitam untuk menjegal prediksi para maniak bola maupun para ‘dukun jadi-jadian’. Ketika fakta di lapangan mampu menunjukkan bahwa Tunisia mampu meredam agresivitas dan offensivitas permainan timnas Inggris. Dan ketika, para pemain dan seluruh offisial timnas Tunisia dan tentunya para pendukungnya sudah yakin bahwa skor 1-1 tak akan berubah hingga peluit akhir pertandingan berbunyi, harus buyar oleh gol di masa tambahan waktu babak kedua.
Bukan soal menyalahkan satu-dua pemain, namun lebih menyalahkan ke strategi mengulur waktu dengan menahan bola, memain-mainkan bola secara kurang sportif dapat menjadi boomerang negatif ketika hal itu dilakukan di area dekat pertahanan sendiri. Apalagi jika akan membuahkan sebuah tendangan, baik itu tendangan bebas, maupun tendangan sudut. Karena, biasanya akan ada drama di dalam kotak penalti, ketika seluruh pemain yang sedang mengejar kemenangan sudah mengerahkan seluruh pemainnya untuk berduel di dalam kotak penalti lawan. Dan di sinilah Harry Kane dkk berhasil memanfaatkan momentum tersebut. Sekaligus menghukum kesalahan strategi Tunisia dalam mengulur waktu dengan bermain-main di area permainan sendiri bukan di area permainan lawan—agar bola dan potensi bahaya seharusnya tidak mengancam pertahanan sendiri.
Dari sinilah kita dapat mengetahui bahwa, tak semua strategi mengulur waktu dapat membuahkan hasil positif jika kita tidak melakukannya dengan ‘benar’. Juga sekaligus memberikan semacam harapan bahwa, terus berusaha sampai akhir tidak selamanya berakhir sia-sia. Justru bisa jadi, menjadi akhir yang manis. Seperti Inggris.
~
langsung lanjut ke part 5.
REVIEW PIALA DUNIA 2018 (Chapter 1)
Part 5
Pada review bagian terakhir dari Chapter 1 ini, penulis menyajikan kilas balik sedikit tentang laga Kolombia melawan Jepang yang berakhir dengan skor 1-2 untuk keunggulan timnas asal Asia. Di sini, penulis menilai bahwa pertandingan ini sama-sama menjadi pertandingan menarik, karena adanya pertemuan dua negara dari Amerika dan Asia yang sebenarnya secara koneksivitas cukup dekat. Karena di Liga-liga papan atas Asia seringkali mendatangkan pemain-pemain asing dari benua Amerika. Secara permainan pun, khususnya di kubu timnas Jepang dapat merepresentasikan cara bermain tim Asia yang mengandalkan kecepatan dan teknik bermain yang kompak secara tim. Hal ini sebenarnya tidak beda jauh dibandingkan permainan tim asal benua Amerika, khususnya di timnas Kolombia. Secara teknik individu, para pemain Kolombia sedikit lebih diunggulkan karena beberapa pemainnya merupakan bagian inti dari skuad klub-klub papan atas di Liga-liga Eropa. Sebut saja James Rodriguez yang menjadi pemain penting di Bayern Munchen yang sebelumnya juga pernah memperkuat skuad Real Madrid. Lalu ada pemain depan andalan AS Monaco, Radamel Falcao yang di timnas menjadi kapten. Ada pula Juan Cuadrado yang pernah bermain di Liga Primer Inggris dan Serie A Italia. Tak ketinggalan pada penjaga gawang yang dipercayakan penuh dalam tiga gelaran Piala Dunia akhir ini (2010, 2014, 2018), yaitu David Ospina yang juga menjadi kiper di Arsenal.
Sebenarnya di kubu timnas Jepang juga bukannya tanpa pemain bintang. Mereka juga memiliki Sakai, Okazaki, Yuto Nagatomo, sang kapten Hasebe, dan penjaga gawang gaek Kawashima. Jangan lupakan pula pada pemain Borussia Dortmund, Shinji Kagawa yang juga pernah memperkuat Manchester United. Di sinilah kemudian, publik menantikan seberapa jauh keseruan laga ini. Apakah Kolombia dapat memenangkan laga ini dan menjawab prediksi bahwa mereka akan mampu lolos dari fase grup karena menjadi bagian dari tim unggulan. Hanya saja di grup yang sama terdapat timnas kuat lainnya seperti Senegal yang memiliki pemain bintang seperti Sadio Mane yang moncer saat membela Liverpool. Di sisi lain, skuad Jepang dinilai akan dapat mengimbangi kekuatan Kolombia, karena mereka memiliki skuad yang tak kalah bagus dan secara teknik tim juga mereka diprediksi akan bermain solid, baik saat bertahan maupun dalam bersaing memenangkan bola di lini tengah.
Laga ini berakhir dengan kemenangan untuk timnas Jepang karena, (menurut penulis) timnas Kolombia cenderung panik saat bermain di menit-menit awal menanggapi permainan cepat yang segera disajikan oleh para pemain timnas Jepang. Adanya pelanggaran di dalam kotak penalti Kolombia (handball) terjadi ketika serangan Jepang sangat cepat. Para pemain Kolombia tentu belum 100% panas untuk dapat berduel, dan Jepang mampu memanfaatkan momen tersebut. Keunggulan jumlah pemain dan skor di awal permainan jelas menguntungkan bagi Jepang. Mereka pun dapat mencoba menandingi permainan Kolombia yang sedang berpacu mencari gol penyeimbang. Di sini penulis cenderung menilai permainan dari kubu Jepang yang sebagai pemenang di laga tersebut. Karena permainannya sangat baik untuk ukuran tim kuda hitam—meskipun Kolombia juga bukanlah tim papan atas yang diunggulkan dapat mengejar trofi Piala Dunia. Mereka (Jepang) paham betul bahwa lawan mereka tidaklah lebih bagus dari mereka. untuk itulah mereka sangat percaya diri meladeni permainan Kolombia yang di laga ini terlihat masih belum begitu terbangun dengan skema permainan yang baik. Mereka terlihat seperti asal menyerang ke pertahanan lawan. Di sisi lain, Jepang dapat meladeni permainan dengan dukungan stamina yang 100% fit sampai akhir pertandingan—karena tekanan dari Jepang terus mengalir ke daerah pertahanan Kolombia sampai akhir laga. Termasuk gol yang tercipta pun sebenarnya karena momentum Jepang untuk mencari keunggulan terus terjaga. Sedangkan Kolombia dengan 10 pemain, kesulitan mengembangkan permainan, dan membebaskan Falcao dari penjagaan ketat para pemain Jepang.
Pertandingan berakhir untuk kemenangan Samurai Biru yang sekaligus memberikan asa bagi tim asal Asia ini untuk dapat melaju lebih jauh lagi—lolos ke fase knock-out. Bagi Kolombia, ini menjadi titik awal untuk segera berbenah agar dapat meraih hasil positif di laga selanjutnya, sampai akhirnya dapat mencapai target—lolos dari fase grup (juga).
Demikian ulasan untuk bagian akhir dari chapter 1 ini tentang pertandingan-pertandingan menarik di Piala Dunia 2018. Segera akan hadir, chapter selanjutnya dengan pembahasan pertandingan lainnya yang tak kalah menarik untuk ditinjau-ulang lagi. Dan selamat menikmati jalannya pertandingan-pertandingan di fase knock-out (16 besar, perempat final, semifinal, hingga final).
~
langsung lanjut ke part 5.
REVIEW PIALA DUNIA 2018 (Chapter 1)
Part 5
Pada review bagian terakhir dari Chapter 1 ini, penulis menyajikan kilas balik sedikit tentang laga Kolombia melawan Jepang yang berakhir dengan skor 1-2 untuk keunggulan timnas asal Asia. Di sini, penulis menilai bahwa pertandingan ini sama-sama menjadi pertandingan menarik, karena adanya pertemuan dua negara dari Amerika dan Asia yang sebenarnya secara koneksivitas cukup dekat. Karena di Liga-liga papan atas Asia seringkali mendatangkan pemain-pemain asing dari benua Amerika. Secara permainan pun, khususnya di kubu timnas Jepang dapat merepresentasikan cara bermain tim Asia yang mengandalkan kecepatan dan teknik bermain yang kompak secara tim. Hal ini sebenarnya tidak beda jauh dibandingkan permainan tim asal benua Amerika, khususnya di timnas Kolombia. Secara teknik individu, para pemain Kolombia sedikit lebih diunggulkan karena beberapa pemainnya merupakan bagian inti dari skuad klub-klub papan atas di Liga-liga Eropa. Sebut saja James Rodriguez yang menjadi pemain penting di Bayern Munchen yang sebelumnya juga pernah memperkuat skuad Real Madrid. Lalu ada pemain depan andalan AS Monaco, Radamel Falcao yang di timnas menjadi kapten. Ada pula Juan Cuadrado yang pernah bermain di Liga Primer Inggris dan Serie A Italia. Tak ketinggalan pada penjaga gawang yang dipercayakan penuh dalam tiga gelaran Piala Dunia akhir ini (2010, 2014, 2018), yaitu David Ospina yang juga menjadi kiper di Arsenal.
Sebenarnya di kubu timnas Jepang juga bukannya tanpa pemain bintang. Mereka juga memiliki Sakai, Okazaki, Yuto Nagatomo, sang kapten Hasebe, dan penjaga gawang gaek Kawashima. Jangan lupakan pula pada pemain Borussia Dortmund, Shinji Kagawa yang juga pernah memperkuat Manchester United. Di sinilah kemudian, publik menantikan seberapa jauh keseruan laga ini. Apakah Kolombia dapat memenangkan laga ini dan menjawab prediksi bahwa mereka akan mampu lolos dari fase grup karena menjadi bagian dari tim unggulan. Hanya saja di grup yang sama terdapat timnas kuat lainnya seperti Senegal yang memiliki pemain bintang seperti Sadio Mane yang moncer saat membela Liverpool. Di sisi lain, skuad Jepang dinilai akan dapat mengimbangi kekuatan Kolombia, karena mereka memiliki skuad yang tak kalah bagus dan secara teknik tim juga mereka diprediksi akan bermain solid, baik saat bertahan maupun dalam bersaing memenangkan bola di lini tengah.
Laga ini berakhir dengan kemenangan untuk timnas Jepang karena, (menurut penulis) timnas Kolombia cenderung panik saat bermain di menit-menit awal menanggapi permainan cepat yang segera disajikan oleh para pemain timnas Jepang. Adanya pelanggaran di dalam kotak penalti Kolombia (handball) terjadi ketika serangan Jepang sangat cepat. Para pemain Kolombia tentu belum 100% panas untuk dapat berduel, dan Jepang mampu memanfaatkan momen tersebut. Keunggulan jumlah pemain dan skor di awal permainan jelas menguntungkan bagi Jepang. Mereka pun dapat mencoba menandingi permainan Kolombia yang sedang berpacu mencari gol penyeimbang. Di sini penulis cenderung menilai permainan dari kubu Jepang yang sebagai pemenang di laga tersebut. Karena permainannya sangat baik untuk ukuran tim kuda hitam—meskipun Kolombia juga bukanlah tim papan atas yang diunggulkan dapat mengejar trofi Piala Dunia. Mereka (Jepang) paham betul bahwa lawan mereka tidaklah lebih bagus dari mereka. untuk itulah mereka sangat percaya diri meladeni permainan Kolombia yang di laga ini terlihat masih belum begitu terbangun dengan skema permainan yang baik. Mereka terlihat seperti asal menyerang ke pertahanan lawan. Di sisi lain, Jepang dapat meladeni permainan dengan dukungan stamina yang 100% fit sampai akhir pertandingan—karena tekanan dari Jepang terus mengalir ke daerah pertahanan Kolombia sampai akhir laga. Termasuk gol yang tercipta pun sebenarnya karena momentum Jepang untuk mencari keunggulan terus terjaga. Sedangkan Kolombia dengan 10 pemain, kesulitan mengembangkan permainan, dan membebaskan Falcao dari penjagaan ketat para pemain Jepang.
Pertandingan berakhir untuk kemenangan Samurai Biru yang sekaligus memberikan asa bagi tim asal Asia ini untuk dapat melaju lebih jauh lagi—lolos ke fase knock-out. Bagi Kolombia, ini menjadi titik awal untuk segera berbenah agar dapat meraih hasil positif di laga selanjutnya, sampai akhirnya dapat mencapai target—lolos dari fase grup (juga).
Demikian ulasan untuk bagian akhir dari chapter 1 ini tentang pertandingan-pertandingan menarik di Piala Dunia 2018. Segera akan hadir, chapter selanjutnya dengan pembahasan pertandingan lainnya yang tak kalah menarik untuk ditinjau-ulang lagi. Dan selamat menikmati jalannya pertandingan-pertandingan di fase knock-out (16 besar, perempat final, semifinal, hingga final).



Comments
Post a Comment