REVIEW PIALA DUNIA 2018 (Chapter 2)

(Polandia vs Senegal dan Rusia vs Mesir)

sumber gambar: idntimes


Menghadirkan ulasan dua laga sekaligus (Polandia vs Senegal dan Rusia vs Mesir)
Di laga lainnya fase grup Piala Dunia kali ini ada pertemuan antara Polandia dengan Senegal. Kekuatan Eropa lainnya dengan salah satu wakil Afrika yang digadang-gadang akan merepotkan tim favorit yang diunggulkan lolos dari fase grup. Kedua timnas ini satu grup dengan Jepang dan Kolombia, sehingga peluang untuk lolos dari fase grup sama-sama (lebih) terbuka untuk 4 tim tersebut dibandingkan grup-grup lainnya yang selalu sudah menempatkan favorit (nyaris) mutlak dapat lolos dari fase grup. Seperti Spanyol dan Portugal yang diunggulkan lolos dari fase grup dan memang telah terjadi seperti itu pada akhirnya.

Secara tim dan secara individu kedua tim berimbang kekuatannya. Tinggal bagaimana para pemain dapat menjadi anti-tesis satu sama lain dalam segi permainan. Perbedaan gaya permainan lebih disorot di laga ini, karena secara permainan gaya Polandia lebih pelan dan terorganisir di lini tengah, dibandingkan Senegal yang lebih pragmatis dengan mencari gol melalui serangan cepat dan berupaya memperbanyak duel dalam memperebutkan bola karena secara fisik mereka lebih kuat dan lebih muda. Ada Sadio Mane yang menghadirkan kecepatan dan kelihaian menggocek bola. Lalu ada Mbaye Niang yang punya fisik tinggi besar sehingga dapat berduel dengan dua tembok utama di lini belakang Polandia—salah satunya adalah Pazdan. Sedangkan di kubu Polandia, menghadirkan Arkadiusz Milik dan Blaszczykowski dalam mengordinir aliran bola dari tengah ke depan untuk target-man sekaligus kapten tim, Robert Lewandowski.

Di laga ini, terlihat adanya duel yang kurang seimbang antara lini belakang Polandia dengan lini depan Senegal. Pergerakan para pemain bertahan Polandia sangat kerepotan meladeni kecepatan dan ketajaman arus serangan dari lini depan yang dikomandoi langsung oleh sang kapten Mane. Di babak pertama Senegal mampu memanfaatkan momentum lambannya pergerakan pemain-pemain Polandia dengan serangan cepat. Meski akhirnya hanya ada satu gol sebelum turun minum. Pasca jeda, Polandia kembali berupaya menguasai permainan demi membuka peluang untuk dapat menyamakan kedudukan. Namun, sebuah kesalahan fatal dalam melakukan back-pass ke arah penjaga gawang, mampu dimanfaatkan oleh Niang untuk mengejar bola dan kemudian menaklukan penjaga gawang yang harus keluar untuk menyapu bola, namun kalah cepat dengan Niang. Karena, memang titik jatuhnya bola sebenarnya masih jauh dari kotak penalti Polandia. Blunder ini sekaligus mempersulit langkah Polandia untuk menyamakan kedudukan meskipun berhasil mencetak 1 gol yang membuat laga berakhir 1-2, dan Senegal berhasil membuka asa untuk lolos ke fase 16 besar.

Ada tiga catatan pribadi pada permainan Polandia di laga ini (meskipun pelatih dan pemain mungkin sudah berupaya mengevaluasinya selama jeda dan setelah laga berakhir), yaitu lini belakang tak mampu mengimbangi kekuatan fisik dan skill individu pemain-pemain depan Senegal yang dikenal lincah (menggiring bola) dan agresif (untuk merebut kembali bola yang lepas dari penguasaan). Kedua, lini tengah kalah duel dan tidak mampu mempertahankan bola lebih lama di area permainan Senegal. Terbukti, bahwa mereka nyaris selalu mendapatkan pressure ketat sejak dari tengah lapangan. Ketiga, mereka ikut tempo permainan Senegal yang cepat dalam transisi permainan dari menyerang ke bertahan maupun sebaliknya—membuat para pemain Polandia terburu-buru melepaskan bola ke depan untuk Lewandowski yang sudah dijaga ketat oleh bek-bek Senegal. Padahal seharusnya mereka bisa lebih mengatur tempo permainan sesuai dengan kemampuan mereka dalam ball possession. Sedangkan Senegal lebih pragmatis dalam bermain.

Sedangkan pada kubu Senegal, (menurut penulis) permainan mereka cukup solid khususnya di lini tengah dan depan. Mereka mampu bekerja sama untuk mengisolasi penyerang Polandia dan mampu terus mengejar aliran bola di kaki para pemain Polandia. Terbukti bahwa mereka selalu menempatkan 3-4 pemain untuk bergerak dinamis membayangi setiap pemain lawan yang membawa bola bahkan sampai ke daerah pertahanan lawan. Namun, Senegal bukannya tanpa cela. Ada catatan negatif untuk skuad Aliou Cisse tersebut, bahwa mereka masih kurang mampu mengeksekusi peluang yang sudah dibangun secara tim di saat mereka mampu menekan pertahanan Polandia. Gol pertama memang dibangun dari permainan tim. Namun gol kedua sekaligus gol yang dapat menjauhkan jarak skor pada saat itu, berawal dari kesalahan lawan yang memang mampu dimanfaatkan dengan cerdik dan taktis oleh Niang.
Senegal memang mampu meraih kemenangan di laga tersebut dan kemudian membuat publik Senegal berharap timnas ini dapat lolos dari fase grup. Namun, dengan adanya beberapa minus yang masih dimiliki oleh Senegal, mereka pun harus dapat memastikan diri untuk tetap mengevaluasi hasil performa mereka di setiap laga di fase grup. Karena di Piala Dunia semua tim akan selalu menghadirkan taktik yang berbeda berdasarkan kapasitas skuad yang mereka bawa dan tentunya gaya kepelatihan masing-masing pelatih.

_-_

Demikian review dari laga Polandia vs Senegal. Sekarang kita langsung menuju ke pertandingan kedua Rusia dan juga Mesir di fase grup. Laga ini, berakhir dengan kemenangan Rusia dengan skor akhir 3-1. Hasil tersebut membuat mereka menjadi tim pertama yang lolos ke fase grup di gelaran Piala Dunia 2018. Di laga ini ada tiga catatan tentang permainan Rusia dari hasil menonton pertandingan tersebut—tentunya di siaran langsung tv domestik. Pertama, mereka mampu memecahkan dead-lock yang terjadi di babak pertama dengan permainan yang lebih agresif lagi dalam hal menyerang di babak kedua. Pasca jeda, permainan mereka lebih tajam dalam hal membawa bola ke pertahanan lawan. Aliran bola juga lebih dinamis. Bola dapat sama mengalir ke dua sisi—kanan dan kiri, yang membuat fokus bertahannya timnas Mesir mulai tidak serapat di babak pertama.
Poin kedua, determinasi mereka sangat tinggi di lini tengah. Mereka mampu memenangkan bola—selalu pressing pemain lawan sesegera mungkin saat lawan dapat menguasai bola. Aliran bola juga lancar ke lini depan dengan beberapa kali operan silang yang berhasil menembus kotak penalti Mesir dan ini yang membuat Rusia mulai mendapatkan momentum positif.
Di poin ketiga adalah fakta tentang keberhasilan mereka melaju ke fase knock-out 16 besar, dan menjadi tim yang cukup produktif dengan 8 gol hanya dalam dua pertandingan saja. Hasil ini membuat publik tuan rumah tentunya semakin antusias untuk tetap memadati stadion-stadion di Rusia ini karena timnasnya masih mampu menghadirkan hasil-hasil yang positif.

Sedangkan di kubu Mesir, ada dua catatan negatif tentang permainan timnas yang memiliki salah seorang pesepakbola, Mohamed Salah yang digadang-gadang menjadi pemain bintangnya Mesir pasca keberhasilannya berkarier di Liverpool musim 2017/2018 kemarin—mampu membawa Liverpool kembali menapaki final Liga Champions Eropa dengan kontribusi banyak gol dan assistnya. Namun, sangat disayangkan di poin pertama ini adalah kunci kegagalan mereka untuk dapat meraih hasil positif pasca kekalahan (juga) dari Uruguay di laga pertama. Yaitu, mereka gagal memanfaatkan momentum di babak pertama, ketika Rusia masih belum efektif dalam membangun serangan. Beberapa peluang sebenarnya justru mampu diciptakan Mohamed Salah dkk di babak pertama. Serangan mereka juga cukup tajam ke daerah pertahanan lawan. Namun, sayangnya mereka masih belum mampu menghasilkan gol, yang mana mereka semakin sulit berkembang ketika di babak kedua. Rusia semakin fokus menyerang dan Mesir gagal keluar dari tekanan.
Poin kedua, bersangkut-paut pada kehadiran individu yang terlihat memiliki kemampuan yang berbeda—istimewa. Sebenarnya setiap hasil pertandingan adalah hasil kerja keras tim, bukan individu. Namun, terkadang kehadiran individu-individu tertentu juga dapat mempengaruhi pola permainan tim. Di laga ini, Salah berhasil masuk ke dalam lapangan dari menit awal sampai akhir. Namun, yang menjadi permasalahan adalah Salah seperti telat beradaptasi dengan timnya. Hal ini berbeda ketika di laga pertama Mesir yaitu saat berjumpa dengan timnas Uruguay. Mereka tanpa Salah, dapat bermain solid untuk mengimbangi permainan Cavani dkk. Namun di laga tersebut, Mesir masih terlihat kurang PD dalam menyerang. Di sinilah kemudian, kehadiran Salah sangat diharapkan. Dan akhirnya terealisasi di laga kontra tim tuan rumah. Namun, kehadiran Salah seperti masih terlihat kurang klop (bukan Klopp) dengan tim. Salah satunya dapat dilihat dengan model pergerakan Salah. Rekan-rekannya seperti masih belum tahu harus diberikan bola seperti apa kepada Salah. Sedangkan pergerakan-pergerakan tanpa bola Salah, mirip dengan pergerakannya saat bermain di Liverpool, yang mana di Liverpool seluruh pemainnya khususnya Mane, Firmino dan Henderson tahu bahwa bola yang diinginkan Salah seperti apa. Karena, seorang pemain akan gagal memberikan passing ke rekannya, ketika si pemain tidak mengetahui gaya positioning dan moving rekannya dalam meminta bola. Inilah yang (menurut penulis) menjadi kendala. Apalagi melawan tim yang sangat bersemangat untuk menyerang seperti Rusia—PD karena bermain di hadapan publik sendiri, hal semacam ini (bermain kompak secara tim dalam bertahan maupun menyerang) sangat dibutuhkan. Mesir harus menjadi tim(!) yang bedanya memang mereka akan lebih percaya diri dalam hal menyerang karena memiliki Salah di atas lapangan. Namun, juga jangan lupakan kekuatan bertahan yang mereka miliki seperti saat bermain melawan Uruguay sebelumnya.

Kira-kira demikian hasil ulasan penulis—seorang pecinta bola yang hanya mengandalkan siaran pertandingan sepak bola di channel televisi domestik yang masih gratis dan masih cukup berkuaitas, tentang review pertandingan-pertandingan menarik (bagi penulis) untuk diunggah ke laman ini. Semoga bermanfaat dan tidak mengganggu waktu santai para pembaca yang terhargai semua. :)

Sampai jumpa di postingan selanjutnya!

Comments

Popular Posts