REVIEW PIALA DUNIA 2018 (Chapter 3)

Telstar 18
sumber gambar: Goal.com

Part 2

Di bagian kedua chapter 3 ini, akan membahas tentang laga Iran vs Portugal, Spanyol vs Maroko, dan Denmark vs Perancis di fase grup. Di laga Iran melawan Portugal menyajikan pertandingan yang menarik, karena pertemuan wakil Asia dan wakil Eropa yang sama-sama memiliki peluang untuk lolos dari grup. Iran dapat lolos jika bisa mengalahkan Portugal karena akan mengumpulkan 6 pon hasil dari 3 poin saat mengalahkan Maroko di laga pertama di grup dan 3 poin yang seandainya dapat diraih dari Cristiano Ronaldo dkk. Portugal juga akan lolos meskipun hanya dengan hasil imbang, karena sudah mengantongi 4 poin hasil dari imbang melawan Spanyol di laga pertama dan kemenangan atas Maroko. Pertandingan di laga ini semakin alot ketika laga memasuki 20 menit akhir di babak kedua, khususnya ketika penalti untuk Portugal gagal dieksekusi dengan baik oleh Cristiano Ronaldo akibat keberhasilan kiper Iran membaca arah tendangan salah seorang pemain hebat di jagat sepak bola dewasa ini.

Hasil laga ini adalah imbang 1-1 yang kemudian menggambarkan bahwa masing-masing tim memiliki plus-minus. Bagi Iran, mereka masih ‘respek’ dengan permainan menyerang Portugal yang gencar khususnya di babak pertama. Artinya, mereka masih kurang berani meladeni permainan ofensif lawan dengan permainan menyerang juga (kurang percaya diri). Fokus di babak pertama cenderung bertahan untuk meminimalisir jumlah gol yang mungkin dapat diciptakan para pemain Portugal. Mereka akhirnya mampu mengembangkan permainan menjelang akhir laga setelah mereka memperoleh momentum dengan gol yang mereka dapatkan. Sedangkan bagi Portugal, permainan terbuka mereka kadangkala dapat menjadi bumerang negatif bagi mereka ketika lawan sanggup mengeluarkan taktik menyerangnya. Terbukti, mereka gagal mempertahankan keunggulan bahkan nyaris kebobolan lagi di penghujung laga. Artinya di sini, lini pertahanan masih kurang mampu meminimalisir bahaya, karena lini tengah mereka cenderung fokus membangun serangan saja, tidak dibarengi dengan kemampuan berduel merebut bola dari lawan demi melindungi baris pertahanan.

Beralih ke laga selanjutnya, juga merupakan laga di satu grup dengan Iran dan Portugal, yaitu pertemuan Spanyol dengan Maroko yang juga berakhir dengan skor imbang 2-2. Di laga ini Maroko bahkan lebih fantastis dalam menebar teror ke pertahanan Spanyol yang memang dikenal seringkali naik sampai ke garis tengah lapangan demi mendukung pola menyerang yang menguasai ball possession. Sehingga strategi counter attack jelas dapat meluluhlantakan barisan pertahanan Spanyol yang dipimpin oleh duet palang pintu Real Madrid dan Barcelona, yaitu Sergio Ramos dan Gerard Pique. Gol pertama Maroko adalah bukti nyata kelemahan Spanyol, adalah lambatnya transisi menyerang ke bertahan, karena tingginya garis pertahanannya. Menyaksikan laga Spanyol vs Maroko mirip menyaksikan laga Barcelona era Pep Guardiola vs Atletico Madrid dengan taktik permainan dari Diego Simeone. Fakta ini, seharusnya segera diatasi oleh Fernando Hierro untuk lebih aware terhadap gaya bertahan Spanyol. Agar langkah Spanyol terus terjaga di gelaran Piala Dunia ini.

Namun, skor akhir dapat menggambarkan bagaimana permainan tim unggulan dapat diruntuhkan oleh permainan cepat dan mencari momentum dengan permainan bola-bola direct, termasuk memanfaatkan tendangan bola mati. Meskipun pemain-pemain Maroko harus berduel dengan dua pemain belakang Spanyol yang dikenal mampu memenangkan duel udara. Minus dari strategi serangan balik Maroko adalah kemampuan finishing yang masih belum akurat. Karena melawan tim favorit, setiap peluang sekecil apapun harus dapat berbuah gol. Sedangkan minus bagi Spanyol selain pertahanan yang mudah ditembus, mereka juga tidak mampu mencari alternatif taktik lainnya selain mengandalkan passing 1-2 sentuhan antar pemain di tengah. Padahal mereka memiliki Diego Costa yang juga handal dalam merespon bola-bola atas, juga memiliki dua fullback yang pandai mengirimkan crossing ke dalam kotak penalti.

Di laga selanjutnya, terdapat pertemuan antara Denmark vs Perancis. Kedua timnas tersebut menjalani laga terakhir di fase grup sekaligus sama-sama sudah dapat dipastikan peluang lolos ke fase knock-out. Sayangnya, di laga ini, kedua tim menjalani laga dengan sangat santai dan terkesan main aman. Membuat publik pecinta sepak bola kecewa, sekaligus menjadi satu-satunya laga yang berakhir tanpa gol. Di  laga ini pula, timnas Perancis yang memiliki skuad balance dari segi skill dan usia, telah melakukan rotasi komposisi pemain—termasuk bermainnya Steve Mandanda menggantikan Hugo Lloris di bawah mistar gawang Les Bleus. Sedangkan di kubu Denmark, mereka cenderung tidak mengembangkan permainan di saat mereka seharusnya dapat mencoba menguji kemampuan skuad lapis kedua timnas Perancis.

Namun, di laga ini, kita dapat menilai bahwa setiap tim berhak memainkan strateginya guna mencari cara untuk dapat membuka strategi alternatif ketika itu harus dibutuhkan. Memainkan pemain-pemain lapis kedua bagi timnas Perancis juga sangat menguntungkan apabila mereka harus melakukannya saat berlaga di fase knock-out nantinya. Artinya, mereka sudah memiliki pandangan tentang kapasitas para  pemain yang dibawa ke Piala Dunia. Mengingat momentum semacam ini tak banyak yang dapat memilikinya. Bahkan masih banyak timnas lainnya yang masih harus berjibaku mencari tiket lolos dari fase grup di laga terakhir. Dan inilah yang membuat penulis secara pribadi juga tidak terlalu ambil pusing soal pertandingan tersebut. Meskipun secara pribadi mengaku bosan, sebagai penikmat pertandingan sepak bola yang selalu mengharapkan adanya pemacuan adrenalin saat bola telah bergulir di atas rumput hijau.

Demikian sajian review Piala Dunia di part 2 chapter 3. Akan segera menyusul review terakhir tentang perjalanan beberapa timnas negara di fase grup. Jadi, tetap nantikan postingan-postingan terbaru dan semoga ulasan-ulasan ini tetap menarik dan semakin mendapatkan apresiasi dari para pembaca yang berbudi luhur. Let’s enjoy to watch and predict the matchs!

Comments

Popular Posts