Keindahan Selalu Diperebutkan
Saling berebut
seperti segerombol monyet yang menginginkan sebiji pisang.
Seolah-olah tak ada lagi pisang yang berbuah lagi.
Dasar monyet!
Eh! Kenapa kau melihatku?
Aku tidak mengataimu.
Aku hanya melihat sekawanan monyet yang sedang bermuram durja.
Karena pisang enak tak lagi tumbuh di wahana.
Para pengunjung bonbin juga hanya jeprat-jepret; tak lagi bawa makanan.
Mereka kini kehabisan pisang untuk diperebutkan.
Tak ada lagi pisang
Tak ada lagi keindahan
Keindahan yang selalu diperebutkan sampai mengorbankan kehormatan.
Seolah-olah hanya ada satu keindahan.
Cari! cari yang lain.
Carilah pisang yang lain.
Ini pisang hanya sebiji
buat satu mulut saja yang masih minta lagi.
Ya, memang sudah takdirnya aku melihat pergumulan
saling pukul, gigit dan tendang.
Bahkan mereka berevolusi seperti manusia; bersenjata.
Siap melontarkan peluru-peluru untuk membuat luka.
Namun, mereka juga mulai mengikuti gaya manusia masa kini; nyinyir.
Saling mengejek satu sama lain, tanpa sadar bahwa di antara mereka tak ada yang berhidung mancung.
Lalu apa yang mereka banggakan?
hahaha...
Aku tertawa terpingkal-pingkal sampai perutku kaku.
Namun aku lupa,
bahwa aku juga sama seperti mereka.
Tak bisa berbuat apa-apa,
hanya terus membaca
sampai koran-koran itu menutupi wajahku yang tersipu malu.
Karena keindahanku juga diperebutkan.
Indonesia, 2 Oktober 2018
Comments
Post a Comment