Klub Favorit (Edisi Serie A)

 

Gambar: Dokumentasi pribadi dan diolah dari Legeaseriea.it

Tontonan Serie A yang saya ingat pertama kali adalah laga yang mempertemukan klub dengan jersey warna hijau dan klub yang bercorak putih-hitam (bianconerri). Siapa lagi kalau bukan Juventus.

Memang, ada klub berwarna serupa pada jerseynya, yaitu Udinese. Tapi, saat itu saya menonton Juventus.

Menariknya, saya memilih klub yang berjersey hijau untuk menang, sekalipun diberitahu oleh ibu saya kalau seharusnya yang didukung Juventus. Saya bergeming. Entah, saya juga tidak tahu alasannya.

Itu seperti ketika saya pernah menyukai Liverpool. Bukan karena Steven Gerrard, apalagi Fernando Torres. Jawabannya ada di tulisan saya sebelumnya.

Baca juga: Klub Favorit di EPL

Setelah momen menonton bareng dengan keluarga, dan ternyata memang Juventus yang menang. Seingat saya 1-0. Dan saya tidak tahu siapa yang mencetak gol, karena momen itu sangat lama. Mungkin, Del Piero?

Momen itu seingat saya berdekatan dengan zamannya saya menonton sinetron laga "Nyi Roro Kidul", yaitu tahun 2003. Tapi, saya lupa, apakah itu musim 2002-03 atau 2003-04. Karena, setelah itu saya jarang menonton Serie A lagi, yang artinya saya tidak tahu siapa juaranya.

Lalu, bagaimana cara saya bisa mencari tahu tentang Serie A lebih jauh?

Saat itu saya bersyukur, karena ada tetangga yang mau memberikan koleksi majalah "Bola" ke saya. Dari situ, saya bisa membaca tulisan tentang bola, termasuk Serie A.

Sampai suatu ketika, saya menemukan kolom yang membahas salah seorang pemain Inter Milan, yaitu Emre Belezoglu.

Jika boleh menduga kembali apa yang membuat Emre diulas, sepertinya karena faktor latar belakangnya. Emre adalah pemain asal Turki yang negaranya identik dengan agama Islam. Mungkin, saat itu pemain tenar dan/atau pemain di klub tenar yang cukup berkaitan dengan agama Islam jarang terlihat.

Paling mentok jika berbicara label pemain bintang, ia adalah Zinedine Zidane. Itu pun menurut kacamata saya. Mungkin, bagi yang lebih lama menonton bola dan mempelajari sejarah bola lebih tahu terkait itu. Mungkin Ali Daei, atau Frederic Kanoute?

Kembali ke Emre, saat itu, saya ingat kalau dia mengatakan perlu adaptasi dengan budaya dan makanan di Italia. Seingat saya juga, ia menyebut tentang pasta atau spageti.

Artinya, majalah itu terbitan sekitar tahun 2001, yang merupakan awal kedatangan Emre ke kota Milan. Namun, saya baca setahun atau dua tahun kemudian, karena majalah hibah.

Berangkat dari kolom itu, saya mulai menaruh perhatian kepada Emre dan tentunya Inter Milan. Kabar tentang Emre kemudian berlanjut di halaman koran.

Saat itu, di ingatan saya ada foto Roberto Mancini dengan Emre. Artinya, koran itu terbit sekitar tahun 2004 akhir atau 2005 awal. Merujuk pada musim keberadaan Mancini dan musim terakhir Emre.

Mancini melatih Inter untuk periode pertama pada musim 2004-2008. Musim yang bisa disebut kedigdayaan Inter di Italia.

Berhubung ia (dianggap) gagal di Liga Champions pasca-pertandingan melawan Liverpool, maka ia digantikan oleh Jose Mourinho. Bersama Mourinho seperti yang sudah kita ketahui, Inter berhasil meraih 'treble winners'.

Ini merupakan pesta di depan mata, karena saya juga menonton final di Madrid (Santiago Bernabeu) yang mempertemukan FC Bayern Munchen dengan Inter Milan. Ketika banyak orang menjagokan Arjen Robben dkk. karena faktor pengalaman juara kompetisi tersebut, saya optimis Inter akan menang.

Boom! Dua gol dari Diego "Sylvester Stallone" Milito berhasil mengoyak gawang Munchen yang dikawal Hans Butt. Bisa dikatakan, momen ini adalah momen yang paling spesial sepanjang masa saya menyukai sebuah klub.

Juaranya Inter di Liga Champions 2009-10 juga menjadikan itu adalah salah satu "kado" terindah yang pernah saya dapat sepanjang hidup. Apakah itu berlebihan?

Nanti akan saya berikan jawaban atas alasan saya menjadikan momen Inter Milan juara Liga Champions tersebut adalah yang terbaik dari momen lain di ulasan selanjutnya. Intinya, lewat tulisan ini, saya ingin memberitahu tentang bagaimana saya bisa mengetahui Serie A dan memilih Inter Milan sebagai klub jagoan saya.

Jika ternyata Inter Milan pernah hebat saat saya sudah menyukai Inter, menurut saya itu bonus. Itulah yang membuat saya takpernah gentar melihat Inter terseok-seok atau sering kalah kalau melawan Juventus dan saudara tuanya, AC Milan.

Saya juga tidak terlalu gandrung dengan Zlatan Ibrahimovic, karena memang pemain yang menyeret saya untuk lebih memperhatikan Inter bukan Ibra. Tetapi, saya tetap menghargai keberadaan Ibra di Inter, karena semasa saya bermain PS2, duet Ibra-Adriano adalah maut.

Terima kasih sudah membaca salah satu remahan memori saya yang berusaha saya selamatkan sebelum memori itu rusak. Salam bola!

~

Indonesia, 26 Februari 2021

Deddy HS.

Tulisan terkait:

Wikipedia (Nyi Roro Kidul)

Okezone (Ali Daei)

CNNIndonesia (Frederic Kanoute)

Detik (Mourinho Gantikan Mancini)

Wikipedia (Final Liga Champions 2009/10)

Inews (Sejarah juara Inter Milan di UCL)

Comments

  1. PS 2 cari yg body balance gemuk. Wkwkwk. Gas pak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, dikomen sama Interisti. Hahaha. Zaman itu lihat striker menang body balance biasa, pak. Kalau sekarang ditekan, jatuh. Mana larinya kadang gak bisa melampaui kecepatan bek tengahnya. Tapi ini faktor game-nya sih, di-upgrade jadi lebih "manusiawi". Haha.

      Gas apa ini? 3kg?

      Delete
  2. Ooooooooooo,
    Kami satu jiwa
    kami satu cita
    kami satu cinta
    Persija...

    ✌️✌️✌️

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts